Selasa, 10 Desember 2013

MAKALAH HUBUNGAN ANTARA LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DI PEMERINTHAN PUSAT


MAKALAH
HUBUNGAN ANTARA LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF         DI PEMERINTHAN PUSAT
 
 

Oleh:
Kelompok 9 :
Syaiful bahri                ( 712.1.1.1841 )
Syaiful rahman nur      ( 712.1.1.1842 )
Tutik handayani          ( 712.1.1.1843 )
Wawan jaman dari      ( 712.1.1.1844 )



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS WIRARAJA
SUMENEP
2013-201

Kata pengantar


Asslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Puji serta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Pancasila dan kewarganegaran yang berjudul Hubungan Legislatif dan Eksekutif di Pemerintahan Pusat Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik mengenai materi maupun sistematika penulisan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan penulis sendiri. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh












Daftar isi

HALAMAN JUDUL .................................................................................   i
KATA PENGANTAR ...............................................................................   ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................   iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ....................................................................................   1
B.    Tujuan...................................................................................................   2
C.    Rumusan Masalah................................................................................   2

BAB II PEMBAHASAN
1.                    Pengertian legislatif ......................................................................... 3
2.                    Pengertian eksekutif ........................................................................ 3
3.                    Hubungan antara legislatif dan eksekutif ........................................            3

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .........................................................................................   10
B.    Saran             ..........................................................................................................   10
     
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
Pendahuluan

A.   Latar belakang
Arus reformasi yang melanda Indonesia memberikan perubahan yang mendasar terhadap format kelembagaan negara republik ini. Salah satunya adalah adanya perubahan (amandemen) UUD 1945. Implikasi dari perubahan ini yakni, tidak ada lagi status “lembaga tertinggi negara”. Lembaga penyelenggara negara sekarang posisinya sejajar, sama-sama sebagai “lembaga negara”.1 Hubungan antar lembaga negara menjadi horizontal tidak lagi vertikal.
Dalam UUD 1945 pra-amandemen, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi “lembaga tertinggi negara”, lembaga-lembaga negara dibawahnya menjadi “lembaga tinggi negara” seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga tinggi negara harus bertanggung jawab kepada lembaga tertinggi negara. Kedaulatan rakyat yang dipegang oleh MPR dalam pelaksanaannya dijalankan oleh lembaga negara dibawahnya (distribution of power) dan lembaga-lembaga negara tersebut bertanggung jawab kepada MPR. Misalnya, Presiden sebagai mandataris MPR harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada MPR.
Dengan digelarnya UUD 1945 pasca-amandemen—selanjutnya ditulis UUD NRI 1945, status MPR sebagai lembaga tertinggi negara dihapus. Posisi MPR sekarang menjadi lembaga tinggi negara sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya. Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 mengatakan: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.3 Setiap lembaga tinggi negara mempunyai fungsi dan kerja masing-masing serta terdapat pemisahan kekuasaan (separation of power) didalamnya. Lembaga tinggi negara yang satu tidak bertanggung jawab kepada lembaga tinggi negara lainnya. Kinerja lembaga tinggi negara dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

B.     Tujuan
Makalah ini dibuat agar para mahasiswa bisa mengetahui apa sebenarnya dan bagaimana hubungan legislatif dan eksekutif di pemerintahan pusat, sehingga para mahasiswa bisa mengambil hal-hal positif yang ada dalam makalah ini dan bisa tahu secara mendalam proses dan kegiatan yang dilakukan legislatif dan eksekutif.

C.    Rumusan masalah
1.      Pengertian legislatif
2.      Pengertian eksekutif  
3.      Hubungan antara legislatif dan eksekutif





















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Legislatif
Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem Presidentil, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas, dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif juga kadangkala menulis perjanjian dan memutuskan perang.

2.      Pengertian Eksekutif
Eksekutif adalah salah satu cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan bertanggungjawab untuk menerapkan hukum. Figur paling senior dalam sebuah cabang eksekutif disebut kepala pemerintahan. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presidensiil, atau sebagai pemerintah, dalam sistem parlementer.

3.      Hubungan antara legislatif dan eksekutif
DPR sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk membuat Undang-Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Presiden adalah lembaga yang berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut maka antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama, apalagi di Indonesia memegang prinsip Pembagian Kekuasaan. Dalam hal ini, maka tidak boleh ada suatu kekuatan yang mendominasi.
Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan, begitu juga dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang merupakan wakil dari partai tentunya dalam menjalankan tugasnya tidak jauh dari kepentingan partai, begitu juga dengan eksekutif yang meskipun dipilih langsung oleh rakyat tetapi secara historis presiden memiliki hubungan dengan partai, presiden sedikit banyak juga pasti mementingkan kepentingan partainya. Akibatnya konflik yang terjadi dari hubungan eksekutif dan legislatif adalah konflik kepentingan antar partai yang ada.

Hubungan eksekutif dan legislatif pada masa sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 atau dengan kata lain pada masa Orde Baru, adalah sangat baik. Bisa dikatakan demikian karena hampir tidak ada konflik antara Eksekutif dan Legislatif pada masa itu. Soeharto sebagai pemegang tampuk kekuasaan pada masa itu menggunakan topangan superioritas lembaga eksekutif terhadap DPR dan peran dwifungsi ABRI menghasilkan kehidupan politis yang stabil. DPR yang tentunya sebagian besar dari Fraksi Golongan Karya, selalu ‘manut’ dengan apa yang ditentukan oleh Soeharto. Hal ini sangat berbeda dengan masa setelah Orba, yaitu pada masa reformasi. Legislatif tidak mau lagi hanya berdiam diri, menuruti segala apa yang dikatakan presiden. Bahkan cenderung kekuatan legislatif kini semakin kuat. Hal ini bisa dilihat ketika DPR menjatuhkan impeachment terhadap Gus Dur.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilihan eksekutif dalam hal ini presiden dan wakil presiden dan pemilihan legislatif dalam hal ini anggota DPR yang telah mengubah pola atau sistem yaitu dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Perubahan sistem pemilihan ini ternyata juga berpengaruh terhadap relasi atau hubungan antara Presiden dengan anggota DPR itu sendiri. Pengaruh yang dimaksud disini adalah tentang relasi antara Presiden dan anggota DPR yang tidak kunjung membaik. Dengan pemilihan dari rakyat langsung, membuat Presiden dan anggota DPR merasa mempunyai legitimasi ataupun mempunyai hak bahwa dirinya adalah wakil dari rakyat langsung dan merasa punya dukungan penuh dari rakyat. Perasaan yang seperti ini, maka bisa jadi mendorong presiden menjadi kurang bertoleransi dengan kelompok oposisi. Hal ini membuat keegoisan antara Presiden dan anggota DPR menjadi semakin kuat. Bertolak dari pandangan Linz dan Cile tentang sistem multipartai dalam sistem presidensil, maka bisa jadi hubungan yang tidak kunjung membaik antara presiden dengan legislative karena sistem tersebut. Linz menyatakan bahwa jika dalam sistem seperti disebut di atas, maka hubungan antara eksekutif dan legislative akan mengalami deadlock. Cile juga berpandapat serupa bahwa deadlock bisa terjadi dan itu akan menghalangi proses demokrasi.
Hubungan atau relasi presiden dengan anggota DPR, bisa juga disebabkan oleh sistem presidensil pada pemerintahan Indonesia. Disini dapat dijelaskan bahwa sistem presidensil yang tidak mengenal adanya mosi tidak percaya, apabila suatu ketika ada konflik atau masalah dengan legislative, eksekutif tidak perlu takut dengan adanya penggulingan kekuasaan, karena DPR tidak bisa memberikan mosi tidak percaya. Dari sinilah, maka perselisihan antara presiden dengan anggota DPR bisa terus berlanjut tanpa ada suatu ‘ketakutan’ eksekutif akan kekuasaannya.
Adapun beberapa hubungan kerja antara legislatif dan eksekutif diantaranya :
1. Hubungan kerja adalah mengenai proses pembuatan undang-undang antara presiden dan DPR yang diatur dalam pasal 20 ayat 2, 3, 4, dan 5. Yaitu setiap rancangan undang-undang harus dibahas oleh presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama (ayat 2). Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa persidangan itu (ayat 3). Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama, (ayat 4) dan apabila presiden dalam waktu 30 hari setelah rancangan undang-undang itu disetujui bersama, undang-undang itu sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan (ayat 5). Untuk terbentuknya undang-undang, maka harus disetujui bersama antara presiden dengan DPR. Walaupun seluruh anggota DPR setuju tapi presiden tidak, atau sebaliknya, maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diundangkan.


Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Yaiyu mengawasi presiden dan wakil presiden dalam pelaksanaan kekuasaan eksekutif. Dan DPR dapat mengusulkan pemberhentian Presisiden sebagai tindak lanjut pengawasan (pasal 7A).
Dalam bidang keuangan, RUU APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 23 ayat 2). Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu (pasal 23 ayat 3).
            2. Hubungan kerja lain antara DPR dengan Presiden antara lain: melantik presiden dan atau wakil presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang itu (pasal 9), memberikan pertimbangan atas pengangkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13), memberikan pertimbangan kepada presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi (pasal 14 ayat 2), memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11), memberikan persetujuan atas pengangkatan komisi yudisial (pasal 24B ayat 3), memberikan persetujuan atas pengangkatan hakim agung (pasal 24A ayat 3).


SEKIAN TERIMAH KASIH





BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Eksekutif dan legislatif merupakan lembaga penting yang dimiliki pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan demi terwujudnya kemakmuran dan kenyamanan rakyat. Dalam hal ini eksekutif dan legislatif harus bertanggung jawab dan bekerja sama. Karena Eksekutif dan legislatif merupakan wakil rakyat yang telah dipilih langsung oleh rakyak guna menjalankan aspirasi rakyat yang telah dimandatkan kepada mereka.
Eksekutif dan legislatif harus benar-benar menjadi jembatan bagi rakyat terhadap pemerintah dan bukan sebaliknya, eksekutif dan legislatif bukan selalu mementingkan kepentingan partainya sendiri yang mengatas namakan pemerintah.

B.   Saran
Jika dalam makalah ini terdapat berbagai kesalahan,kekeliruhan dan kekurangan.Saya selaku Pemakalah meminta maaf kepada para pembaca, selain itu saya menanti kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, agar  kretivitas dan skill saya bisa lebih matang dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik.









Daftar Pustaka


Asshiddiqie, Jimly. Prof. Dr. S.H. 2004. Format Kelembagaan dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press

Asshiddiqie, Jimly. Prof. Dr. S.H. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press

Soimin, SH. dan Sulari S.H. Msi. 2004. Hubungan Badan Legislatif dan Yudikatif dalam Format Kelembagaan Negara Indonesia. Malang: UMM Press

MD, Moh. Prof. Dr. SH. SU. 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Kelembagaan Negara. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system