KOMPARASI
KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN DI DESA TIMBUL HARJO KABUPATEN BANTUL DENGAN DESA
KOLOR KABUPATEN SUMENEP
LAPORAN
PRAKTEK
KERJA LAPANGAN
OLEH
:
MOHAMMAD
NAWAWI
|
(712.1.1.1830)
|
RIYADI
YANTO
|
(710.1.1.1529P)
|
SUKANDAR
|
(712.1.1.1870)
|
JEFRI
EKA PRADANA PUTRA
|
(712.1.1.1823)
|
JEFRI
PRIAMBADI
|
(710.1.1.1505)
|
BAGUS
HERMAWAN
|
(711.1.1.1542)
|
FERI
FERDIANTO
|
(709.1.1.1294)
|
NURVELINA
CAHYATI
|
(712.1.1.1792)
|
ACH.
WAHYUDI
|
(712.1.1.1764)
|
IMAM
QHOIRI SIDDIKIN
|
(712.1.1.1781)
|
NAFILA
FIRDAUSI
|
(712.1.1.1791)
|
MOHAMMAD
HASIN
|
(712.1.1.1828)
|
SYAIFUL
RAHMAN NUR
|
(712.1.1.1842)
|
MOH.
ZAINAL ABIDIN
|
(712.1.1.1827)
|
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM
STUDI ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS
WIRARAJA SUMENEP
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara yang sedang
berkembang, secara intensif telah, sedang, dan akan terus melaksanakan upaya
peningkatan mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, paling
tidak sejak awal periode pembangunan nasional jangka panjang pertama. Selama
itu kita telah mengeluarkan biaya yang besar, tenaga yang banyak, waktu yang
lama untuk meningkatkan mutu pendiikan, misalnya, melalui penataran guru,
penyebaran buku dan alat pelajaran, pengembangan kurikulum, perbaikan sarana
dan prasarana pendidikan, peningkatan metode dan pendekatan mengajar, dan
sebagainya. Namun demikian, selama itu pula dan sampai sekaraang, mutu
pendidikan masih tetap kita rasakan sebagai tantangan, mungkin sama dengan yang
kita rasakan dua puluh tahun yang lalu.
Dengan adanya masalah tersebut, mungkin
karena kita belum secara optimal melakukan upaya peningkatan mutu, mungkin
karena upaya-upaya yang telah kita lakukan relative lebih lambat dibandingkan
dengan aspirasi kita tentang mutu pendidikan yang terus berubah dan terus
berkembang, atau mungkin juga kita telah mendidik barang yang keliru. Jika
secara konsepsional, mutu pendidikan kita artikan sebagai berikut: kemampuan
lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk
meningkatkankemampuan belajar seoptimal munkin, apakah anak didik atau lulusan
pendidikan kita sudah memiliki kemampuan belajar seperti yang dimaksudkan. Jika
tidak, upaya yang telah kita lakukan selama ini sudah membidik sasaran yang
keliru. Ini adalah jenis error ketiga, yaitu solving the wrong problem with the
sophisticated method of solution (William Dunn, 1981).
Mutu dan efektivitas pendidikan merupakan
permasalahan yang komplek dan multidimensional. Jika kita berbicara mutu
pendidikan artinya kita sedang meneropong keseluruhan dimensi pendidikan satu
sama lain saling terkait. Persoalan demi persoalan system pendidikan muncul ke
permukaan secara tidak beraturan. Misalnya, kesempatan belajar yang kurang
merata dan adil, program pendidikan yang belum sesuai dengan kebutuhan lapangan
kerja, pengelolaan yang belum efisien dan terlalu terpusat, tenaga kependidikan
yang belum professional, biaya yang terbatas, nilai ebtanas yang masih rendah,
kenakalan remaja, dan sebagainya. Persoalan tersebut muncul secara
terpisah-pisah dan acak secara wajar jika setiap persoalan tersebut dianggap
seolah-olah sebagai dimensi masalah yang berdiri sendiri-sendiri.
Masalah pendidikan juga menjadi pekerjaan
rumah bagi daerah-daerah di Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah
dimulai sejak 2001 mengandung konsekuensi yang cukup “menantang” bagi daerah.
Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar
bagi daerah. Namun demikian, di sisi yang lain telah menghadang setumpuk masalah
yang harus diselesaikan. Masalah yang sangat mendasar adalah perubahan pola
pengelolaan daerah dari sentralistik menjadi desentralisasi, yang salah satunya
adalah masalah pelayanan pendidikan.
Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan murah dan
berkualitas merupakan mandat sesuai tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahkan Pasal 28B Ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan, setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.
Dan pasal 31 Ayat 1 mengamanatkan, setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu pilar penting meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 11 ayat (1) dan (2) menegaskan, pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin
terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi
dan wajib menjamin tersedianya dana bagi penyediaan pendidikan untuk setiap
warganegara yang berusia 7-15 tahun.
Karena itu, pembangunan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan
lokal, nasional, dan global. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu cara
untuk menanggulani kemiskinan, meningkatkan kesetaraan gender, pemahaman
nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta meningkatkan keadilan sosial.
Tujuan
pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah uapaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manuasia Indonesia yang beriman ,
bertaqwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab berdasarksan
pancasila dan UUD 1945. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia salah satunya adalah dengan
dikeluarkannya UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional dan UU
no.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Secara garis besar, salah satu
permasalahan pendidikan di daerah-daerah khususnya desa di Inodonesia adalah
pelayanan pendidikan yang kurang baik meliputi fasilitas pelayanan pendidikan
khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi belum
tersedia secara merata dan kualitas pendidikan relatif masih rendah dan belum
mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik.
Kualitas pelayanan pendidikan pun sangat
memprihatinkan.
Masih banyaknya bangunan sekolah yang sangat buruk kondisinya. Sekolah- sekolah
yang beratapkan langit pun sering kita temui. Lantainya pun terbuat langsung
dari tanah, serta tidak cukupnya buku-buku yang seharusnya didapatkan oleh
setiap siswa. Belum lagi mahalnya biaya sekolah dan kuliah yang menyebabkan
banyak orangtua yang enggan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Padahal kita
semua tahu bahwa pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia.
Inilah realita yang dialami dunia pendidikan di Indonesia.
Peningkatan Kualitas Pelayanan
Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan
kualitas manusia, yang juga merupakan komponen variabel dalam menghitung Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karena itu pembangunan pendidikan harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan di masa depan.
Salah
satu faktor yang menentukan kualitas pelayanan pendidikan adalah
kemampuan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas bagi pengguna jasa /
pelanggan. Sesuai dengan filosofi Manajemen Mutu Terpadu, maka pendidikan
dipandang sebagai jasa dan usaha lembaga pendidikan sebagai industri jasa,
bukan proses produksi. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan harus memikirkan
tentang pelanggan-pelanggan yang mempunyai berbagai kebutuhan dan tentang
bagaimana memuaskan pelanggan tersebut.
Salah satu
faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang
terdiri dari 5 dimensi pelayanan, yakni reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Kualitas
pelayanan pendidikan bersumber dari SDM, serta fasilitas (sarana-prasarana)
pendidikan yang tersedia. Semakin tinggi kualitas pelayanan, semakin puas
pelanggan. Kualitas pelayanan cukup maka harapan pelanggan terpenuh, tetapi
bila kualitas pelayanan kurang maka pelanggan tidak puas. Perbedaan kualitas
pelayanan pendidikan di lembaga pendidikan dimungkinkan oleh berbedanya
jenis atau karakter dari masing-masing unit kerja.
Desa Timbulharjo,
Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I.Yogyakarta, merupakan 1
dari 4 Desa di Kecamatan Sewon yang mempunyai jarak 5 Km dari kota kabupaten.
Kecamatan Sewon sendiri merupakan salah satu dari 17 kecamatan di
Kabupaten Bantul yang termasuk kategori Kecamatan Maju Salah satunya di
bidang pendidikan. Desa Timbul harjo pernah menjadi juara nasional UAN tingkat
SD dua tahun berturut-turut. Desa ini terkenal sebagai desa yang mempunyai
pelayanan masyarakat yang baik dalam dunia pendidikan karena kepala desanya
adalah mantan seorang tenaga pendidik/ guru.
Desa Kolor, Kecamatan Kota, Kabupaten
Sumenep adalah salah satu desa yang cukup maju yang dimiliki kabupaten sumenep.
Dunia pendidikan di Desa Kolor juga cukup maju karena lokasinya yang terdapat
dekat dengan pusat kota. Namun karena letak kabuupaten sumenep yang terbilang
jauh dari kota metropolitan, maka fasilitas, sarana dan prasarana yang
dimiiliki masih di bawah desa timbul harjo yang memang letaknya di kota
Yogyakarta.
Dengan adanya perbedaan yang signifikan
antara Desa Kolor Kabupaten Sumenep dan Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul,
maka kelompok PKL kami dengan indikator penelitian Peningkatan Layanan
Pendidikan Desa tertarik untuk melakukan tinjauan dan penelitian langsung di kedua
instansi tersebut. Dengan judul yang kami angkat adalah ”Komparasi Kualitas Pelayanan Pendidikan di Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul dengan Desa Kolor Kabupaten
Sumenep”
1.2
Permasalahan
Mengacu pada latar
belakang diatas, kami dapat menarik suatu permasalahan yaitu ; Bagaimana Komparasi Kualitas Pelayanan Pendidikan
di Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul dengan Desa Kolor Kabupaten Sumenep ?
1.3
Fokus
Kajian
Fokus kajian dalam
penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini didasarkan pada latar
belakang dan permasalahan, yaitu Komparasi
Kualitas Layanan Pendidikan pada
Desa Timbul Harjo, Kabupaten Bantul dengan Desa Kolor, Kabupaten Sumenep.
Fokus
kajian pada kali ini juga berlandaskan pada teori SERVQUAL (Service Quality) oleh Parasuraman dalam Lupiyoadi (2009)
yang menyimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut :
1. Wujud (Tangibles), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan dan keadaan
lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personil dan
sarana komunikasi. Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan
karyawan, peralatan dan teknologi yang diberikan dalam memberika layanan.
Fasilitas fisik seperti gedung, ruang tempat pelayanan, kebersihan, ruang
tunggu, AC, tempat parkir merupakan salah satu segi dalam kualitas jasa karena
akan memberikan sumbangan bagi nasabah yang memerlukan layanan dari perusahaan.
Penampilan yang baik dari karyawan akan memberikan rasa dihargai bagi nasabah
yang dilayani, sedangkan dalam peralatan dan teknologi yang digunakan dalam
memberikan layanan akan memberikan kontribusi pada kecepatan dan ketepatan
layanan.
2. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti harus tepat waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan
akuransi tinggi.
3. Ketanggapan (Responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk
membantu memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu menyebabkan
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan
4. Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan, kesopanan, dan kemampuan
para karyawan perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence),
dan sopan santun (courtesy). Berkaitan dengan kemampuan para karyawan
dalam menanamkan kepercayaan kepada nasabah, adanya perasaan aman bagi nasabah
dalam melakukan transaksi, pengetahuan dan sopan santun karyawanan dalam
memberikan layanan kepada nasabah. Pengetahuan, kesopanan dan kemampuan
karyawan akan menimbulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap perusahaan.
5. Empati (Empathy) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan
bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Hal ini berhubungan perhatian dan
kepedulian karyawan kepada nasabah, kemudahan mendapatkan layanan, kepedulian
karyawan terhadap masalah yang dihadapinya. Semua nasabah berhak memperoleh
kemudahan pelayanan yang sama tanpa didasari apakah mempunyai hubungan khusus
kepda karyawan atau tidak.
1.4
Tujuan
dan Manfaat
1. Tujuan
Praktek Kerja Lapangan
Berdasarkan pada uraian
latar belakang dan permasalahan yang telah kami bahas di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan Desa
pada Desa Kolor di Kabupaten Sumenep dan pada Desa
Timbul Harjo, Kabupaten Bantul.
2. Manfaat
Praktek Kerja Lapangan
a. Bagi
Mahasiswa
1) Menambah
wawasan kami terkait dengan Peningkatan
Kualitas Layanan Pendidikan Desa
2) Meningkatkan
rasa percaya diri kami dalam menghadapi berbagai permasalahan masyarakat desa
terkait dengan layanan pendidikan desa.
b. Bagi
Universitas
1) Meningkatkan
mutu kualitas pengajaran dalam rangka penyempurnaan kurikulum.
2) Meningkatkan,
memperluas dan mempercepat kerjasama dengan masyarakat desa atau pemerintah
desa.
c. Bagi
Pemerintah/Instansi Terkait
1)
Masukan dalam mengakaji
penerapan pelayanan pendidikan desa pada lingkungan Pemerintah Desa (PEMDES)
Kolor di Kabupaten Sumenep dan di lingkungan Pemerintah Desa (PEMDES) Timbul
Harjo, kabupaten Bantul Yogyakarta.
2)
Dapat menemukan inovasi
baru dalam meeningkatkan
kualitas layanan pendidikan desa di desa masing-masing.
BAB II
ANALISA DAN TEORI
2.1
Pengertian
Komparasi
Komparasi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbandingan. Menurut
Winarno Surakhmad dalam bukunya Pengantar Pengetahuan Ilmiah (1986:84),
komparasi adalah penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan
melalui analisis tentang hubungan sebab akibat, yakni memilih faktor-faktor
tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan
membandingkan satu faktor dengan faktor lain.
Studi
komparasi menurut Poerwodarminto dalam kamus umum Bahasa Indonesia (2003:708),
studi berasal dari bahasa inggris “to study” yang berarti ingin
mendapatkan atau mempelajari. Mempelajari berarti ingin mendapatkan suatu yang
khusus dengan didorong oleh rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang belum
dipelajari dan dikenal. Sedangkan komparasi berasal dari bahasa inggris “to
compare” yang berarti membandingkan paling tidak ada dua masalah dan ada
dua faktor kesamaan serta faktor perbedaan.Arswani Sujud mengemukakan bahwa
“Penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang prosedur-prosedur kerja”
(Suharsimi Arikunto, 1997:247).
Sedangkan
Mohammad Nazir (2005:8) mengemukakan bahwa studi komparatif adalah sejenis
penelitian yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan
menganalisa faktor penyebab terjadinya maupun munculnya suatu fenomena
tertentu.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud studi
komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau menyelidiki suatu
masalah dengan membandingkan dua variabel atau lebih dari suatu obyek
penelitian.
2.2
Pengertian
Kualitas Pelayanan
Defenisi kualitas sangat beraneka ragam dan mengandung banyak
makna. Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu
yang harus dikerjakan dengan baik Tjiptono (1996) mendefenisikan “kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungannya yang memenuhi atau melebihi harapan”. Kualitas
merupakan strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi
kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit dan
implicit “. Sedangkan defenisi kualitas menurut Kotler (2009) adalah seluruh
ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan
untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Ini jelas merupakan
defenisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen dapat
memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat memenuhi
atau melebihi harapan konsumen. Berdasarkan beberapa pengertian kualitas dapat
diartikan bahwa kualitas hidup kerja harus merupkan suatu pola pikir yang dapat
menterjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasar konsumen dalam suatu proses
manajemen dan proses produksi barang atau jasa terus menerus tanpa hentinya
sehingga memenuhi persepsi kualitas pasar konsumen tersebut.
Perspektif kualitas adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk
mewujudkan kualitas suatu jasa/produk. Ada lima alternatif perspektif kualitas
yang biasa digunakan, yaitu (Tjiptono, 1996) :
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dipandang sebagai innate
excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahuin tetapi sulit
didefenisikan.Sudut pandang seperti ini biasanya diterapkan dalam dunia seni.
Tetapi perusahaan juga dapat mempromosikan produknya melalui
pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi.
2. Product Based Approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik
atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam
kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3. User Based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung
pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif ini
menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang
berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan
maksimum yang dirasakannya.
4. Manufacturing
Based Approach
Perspektif ini mendefenisikan kualitas sebagai kesesuaian atau
sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi
yang dikembangkan secara internal, dan seringkali didorong oleh tujuan
peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Yang menentukan kualitas adalah
standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value Based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki
kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi
yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli.
Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL oleh Parasuraman
dalam Lupiyoadi (2009) disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL
sebagai berikut :
6. Wujud (Tangibles), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan dan keadaan
lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personil dan
sarana komunikasi. Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan
karyawan, peralatan dan teknologi yang diberikan dalam memberika layanan.
Fasilitas fisik seperti gedung, ruang tempat pelayanan, kebersihan, ruang
tunggu, AC, tempat parkir merupakan salah satu segi dalam kualitas jasa karena
akan memberikan sumbangan bagi nasabah yang memerlukan layanan dari perusahaan.
Penampilan yang baik dari karyawan akan memberikan rasa dihargai bagi nasabah
yang dilayani, sedangkan dalam peralatan dan teknologi yang digunakan dalam
memberikan layanan akan memberikan kontribusi pada kecepatan dan ketepatan
layanan.
7. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti harus tepat waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan
akuransi tinggi.
8. Ketanggapan (Responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk
membantu memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu menyebabkan
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan
9. Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan, kesopanan, dan
kemampuan para karyawan perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain
komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
Berkaitan dengan kemampuan para karyawan dalam menanamkan kepercayaan kepada
nasabah, adanya perasaan aman bagi nasabah dalam melakukan transaksi,
pengetahuan dan sopan santun karyawanan dalam memberikan layanan kepada
nasabah. Pengetahuan, kesopanan dan kemampuan karyawan akan menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan terhadap perusahaan.
10.
Empati
(Empathy) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Hal ini berhubungan perhatian dan kepedulian karyawan kepada nasabah,
kemudahan mendapatkan layanan, kepedulian karyawan terhadap masalah yang
dihadapinya. Semua nasabah berhak memperoleh kemudahan pelayanan yang sama
tanpa didasari apakah mempunyai hubungan khusus kepda karyawan atau tidak.
Parasuraman (Tjiptono, 2007) mengidentifikasi sepuluh dimensi
pokok kualitas pelayanan kepada pelanggan :
1. Reliability, meliputi
dua aspek utama yaitu konsistensi kinerja (performance) dan sifat dapat
dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan
jasanya secara benar sejak awal (right the first time), memenuhi
janjinya secara akurat dan andal.
2. Responsiveness, perlunya
suatu kemampuan seorang pelayan jasa untuk dapat membaca jalan pikiran
pelanggan dalam mengharapkan produk yang mereka inginkan, sehingga pelanggan
merasakan suatu perhatian yang serius dari pihak perusahaan akan harapan yang
mereka butuhkan, dalam arti perusahaan dengan cepat mengambil inisiatif akan
permasalahan yang dihadapi pelanggan.
3. Competence, adanya
suatu ketrampilan yang dimilik dan dibutuhkan agar dalam memberikan jasa kepada
pihak pelanggan dapat dilaksanakan dengan optimal. Disini pengetahuan karyawan
akan bentuk jasa yang akan mereka berikan kepada pelanggan dapat ditawarkan
pada kondisi dan situasi yang sesuai, seperti melakukan pendekatan kepada para
pelanggan yang ingin membeli produk yang dijual.
4. Access, melibatkan
pendekatan pada setiap kontak yang terjadi antara perusahaan dengan pihak
pelanggan. Dalam hal ini ada suatu hubungan yang sering dilakukan pihak
perusahaan dengan pelanggan dalam memberikan informasi pada produk yang mereka
tawarkan, dengan harapan pelanggan dapat mengetahuinya dengan jelas.
5. Courtesy, dalam
kegiatan ini adanya suatu nilai moral yang dimiliki oleh karyawan yang
memberikan pelayanan kepada pelanggan yang tercermin dari pribadi karyawan
seperti kesopanan, respon yang cepat dalam menawarkan suatu produk kepada
pelanggan, serta melakukan pertimbangan dalam mengambil inisiatif yang terbaik
dalam menghadapi suatu pelayanan dan juga mengadakan kontak di antara para
karyawan yang melakukan pelayanan.
6. Communication, secara
terus menerus memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa dan penggunaan
kata yang jelas sehingga para pelanggan dapat dengan mudah mengerti serta di
samping itu perusahaan hendaknya dapat secara cepat dan tanggap dalam menyikapi
keluhan dan complain yang dilakukan oleh pelanggan.
7. Credibility, perlunya
suatu kepercayaan yang diberikan kepada pelanggan serta kejujuran. Dalam
pelaksanaan ini, dimana adanya suatu usaha yang maksimal dari sebuah perusahaan
untuk berusaha menanamkan kepercayaan sehingga perhatian yang tertuju kepada
tujuan tersebut akan dapat memberikan suatu kredibilitas yang baik bagi
perusahaan pada masa yang akan datang. Dalam masalah kredibilitas sangat
berpengaruh pada nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik personal
dalam melakukan kontak secara personal, adanya tingkat kesulitan yang dihadapi
dalam menjual yang tentunya akan melibatkan tingkat interaksi yang positif
dengan pelanggan.
8. Security, adalah
suatu kepercayaan yang tinggi dari pelanggan akan produk yang mereka beli,
dengan demikian pelanggan merasa terbebas dari rasa ragu dan bimbang akan mutu
dari produk yang mereka terima, tentunya pelayanan yang diberikan dapat
memberikan suatu kepercayaan yang maksimal kepada pelanggan.
9. Understanding/knowing the customer, membantu suatu ilustrasi yang objektif dengan membentuk suatu
usaha dalam tindak lanjut berupa perbuatan sehingga dapat memberikan pengertian
kepada pelanggan akan produk yang mereka butuhkan.
10.
Tangible, adanya pembuktian yang nyata dari tim penjualan akan bentuk fisik
dari pelayanan yang mereka berikan, sehingga pembuktian tersebut akan dapat
membentuk suatu opini bagi pelanggan kea rah positif. Tentunya perusahaan akan
mengalami suatu tingkat kepercayaan tinggi pada masa mendatang
2.3
Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah
paedagogie yang berarti ”pendidikan”, serta paedagogia yang berarti ”pergaulan
dengan anak”. Konsep pendidikan tersebut kemudian dapat dimaknai sebagai usaha
yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
membimbing atau memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan
(Armai, 2005). Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu
”mengeluarkan dan menuntun”, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa
sejak dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai erziehung
yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau
mengaktifkan kekuatan atau potensi anak.
Genre mendefinisikan pendidikan dengan usaha
manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan bermakna. Secara singkat
dari berbagai definisi tersebut, pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan
pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani,
dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya (Iriani,2010). Ahmed
(1990) mendefinisikan pendidikan sebagai suatu usaha yang dilakukan individu
dan masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan bentuk-bentuk
ideal kehidupan mereka kepada generasi muda untuk membantu mereka dalam
meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan berhasil.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya
mewariskan nilaiyang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam
menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat
manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda
dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang,
telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses
pemberdayaannya. Secara ekstrem dapat dikatakan bahwa maju mundurnya atau baik
buruknya peradaban suatu masyarakat atau suatu bangsa, akan ditentukan oleh
bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut
(Sanaky,2010). Pendidikan pada hakekatnya juga dapat didefinisikan sebagai
sebuah proses mengubah perilaku individu, tentu saja dalam hal ini adalah
perubahan ke arah yang lebih baik. Proses pendidikan itu sendiri, oleh Freire (2002)
dimaknai sebagai sebuah proses untuk membentuk manusia seutuhnya, atau proses
memanusiakan manusia (humanisasi). Dewey (1979) memberikan definisi pendidikan
secara lebih luas sebagai organisasi pengalaman hidup, serta pembentukan
kembali pengalaman hidup.
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
dari sudut pandang masyarakat, dan dari sudut pandang individu. Pendidikan dari
sudut pandang masyarakat dapat dimaknai sebagai sebuah proses pewarisan
kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda agar kehidupan masyarakat tetap
berlanjut. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang
ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut
dapat terpeelihara. Pendidikan dari sudut pandang individu dapat diartikan
sebagai pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri
individu (Yunadi, 2009). Setiap individu memiliki potensi yang berbeda.
Pengembangan potensi individu inilah yang harus menjadi perhatian utama dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan.
2.3.1
Posisi
Pendidikan dalam Perubahan Sosial
Posisi
pendidikan dala perubahan sosial dapat dianalisis melalui dua pendekatan makro
dalam sosiologi, yaitu pendekatan struktural fungsional dan pendekatan konflik.
Pendekatan struktural fungsional memiliki asumsiutama, yaitu melihat masyarakat
sebagai sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai subsistem.
Subsistem-subsistem tersebut memiliki fungsi masing-masing yang tidak dapat
ditukarkan satu sama lain. Agar sistem amasyarakat dapat berjalan stabil (tidak
terjadi perpecahan dalam masyarakat) maka subsistem tersebut harus selalu ada
dan selalu menjalankan fungsinya masing-masing. Apabila salah satu atau
beberapa subsistem tidak berperan sebagaimana funsginya, maka sistem tersebut
akan hancur atau masyarakat akan mengalami kekacauan.
Pada
dasarnya terdapat dua pertanyaan mendasar mengenai pendidikan yang dikemukakan
para fungsionalis dalam menganalisis praktik pendidikan, yaitu apa fungsi
pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan? Apa fungsi hubungan fungsional
antara (institusi) pendidikan dengan bagian (institusi) yang lain dalam sistem
sosial? Secara umum, para analis fungsional, melihat fungsi serta kontribusi
yang positif lembaga pendidikan dalam memelihara atau mempertahankan
keberlangsungan sistem sosial
2.4
Pengertian Desa
Pengertian
desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Egon E. Bergel (1995:
121) misalnya, mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani
(peasants).sebenarnya faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada
setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat
tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Dengan
perkataan lain, suatu desa ditandai oleh keterikatan warganya terhadap suatu
wilayah tertentu. Keterikatan terhadap wilayah ini disamping terutama untuk
tempat tinggal, juga untuk menyangga kehidupan mereka. Dalam sosiologi, jenis
kelompok semacam itu, yakni yang memiliki ikatan kebersamaan dan ikatan
terhadap wilayah tertentu, pengertiannya tercakup dalam konsep komunitas
(community). Dengan demikian desa dilihat dari karakteristik yang dimilkinya
adalah sebagai suatu komunitas. Namun bila sekedar mengacu pada karakteristik
semacam itu, kota atau bahkan negarapun juga merupakan suatu komunitas. Maka
terdapat dua kelompok komunitas yang memiliki karakteristik umum yang sama,
yakni komunitas desa dan komunitas kota.
Koentjaraningrat
(1977) memilah pengertian komunitas kedalam dua jenis, yakni komunitas besar
dan kecil. Komunitas besar misalnya kota, negara bagian, negara dan lainnya.
Komunitas kecil misalnya band, desa, rukun tetangga, dan lainnya. Maka untuk
desa, Koentjaraningrat mendefinisikannya sebagai ”komunitas kecil yang menetap
tetap di suatu tempat” (1977: 162). Dalam definisi ini tidak ada penegasan
bahwa komunitas desa berkaitan secara khusus atau tergantung pada pertanian
(desa pertanian). Ini berarti bahwa definisi tersebut juga mencakup desa
nelayan dan bentuk-bentuk pemukiman kecil menetap lainnya. Dengan definisi dan
pemahaman desa seperti itu maka perbedaan antara komunitas desa dan komunitas
kota menjadi jelas.
Suatu
definisi yang dikemukakan oleh Paul H. Landis (1948: 12-13), seorang sarjana
sosiologi pedesaan dari Amerika Serikat, dapat dikatakan cukup mewakili
pendefinisian desa umumnya. Menurut dia, definisi desa dapat dipilih menjadi
tiga, tergantung pada tujuan analisa. Untuk tujuan analisa statistik, desa
didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang.
Untuk tujuan analisa sosial-psikologik, desa didefinisikan sebagai suatu
lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal di
antara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomik, desa
didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada
pertanian.
Bertolak
dari kenyataan secara umum dan yang secara teoritik sangat dipengaruhi oleh
perspektif evolusioner, konsep-konsep desa (village), kota kecil (town) dan
kota besar (city) sering dilihat sebagai suatu gejala yang berkatan satu sama
lain dalam bentuk suatu jaringan atau pola tertentu. Dalam hal ini Egon Ernest
Bergel (1955: 121-135) memberikan gambaran yang cukup sistematik.
Istilah
desa (village) menurut Bergel diterapkan untuk dua pengertian. Desa diartikan
sebagai setiap pemukiman para petani, terlepas dari ukuran besar kecilnya. Petani-petani
Amerika Serkat yang biasa dengan isolasi ( the arranged and pure asolated form
type, pen) merupakan salah satu pengecualian dari bentuk ini. Kedua, terdapat
juga desa-desaperdagangan. Yang dimaksud desa perdagangan tidaklah berarti
bahwa seluruh penduduk desa yang terlibat dalam kegiatan perdagangan, melainkan
hanya sebagian saja dari desa itu yang memiliki mata pencaharian dalam bidang
perdagangan. Jenis pekerjaan non pertanian ini dikelola secara tradisional,
baik dalam hal pemasaran produksi maupun transformasi keahliannya.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1
Tempat
3.1.1.1
Kabupaten Bantul
Bahan kajian Praktek Kerja Lapangan (PKL) kelmpok kami tentang Komparasi Kualitas Layanan Pendidikan Desa. adapun institusi tempat pelaksanaan PKL kami yang pertama adalah
di Desa Timbul Harjo dengan keterangan lebih lengkap sebagai berikut :
1.
Kepala Desa :
Drs. Kandar
2. Alamat Balai Desa : Jalan Margorejo Cangkringmalang Mriyan
Timbul Harjo, Kecamatan Sewon,
Kabupaten Bantul
3.
Kode Pos :
55186
4.
Telepon :
-
5.
E-mail : kantordesa.timbulharjo@yahoo.com
3.1.1.2
Kabupaten Sumenep
Adapun tempat pelaksanaan praktek kerja lapangan (PKL) kelompok kami
yaitu kelompok V yang berikutnya adalah bertempat di desa Kolor Kecamatan Kota
Sumenep, dengan keterangan lengkap sebagai berikut :
1. Kepala Desa : Novandri Prasetiawan A.Md
2.
Alamat Balai Desa :
Jalan Adirasa (sebelah barat Studio Madura
Channel)
Kolor, Kabupaten Sumenep.
3. Kode Pos : 69417
4. Telepon : -
3.1.2
Waktu
3.1.2.1
Kabupaten Bantul
Pelaksanaan kegiatan PKL di Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul ini
dimulai pada tanggal 22 September s/d 03 Oktober 2015 dengan fase-fase berikut
ini :
a. Fase
Persiapan, Dari Tanggal 22 September sampai tanggal 26 September
2015. Pada fase persiapan ini, seluruh mahasiswa yang
mengikuti Paraktek Kerja Lapangan (PKL) sebelum mulai terjun kelapangan
diberikan pengarahan, bimbingan serta pembekalan baik secara teoritis maupun
tehknis, agar mahasiswa dapat siap melaksanakan PKL baik secara professional
dan mental untuk dapat mengatasi situasi dan kondisi serta kenyataan yang ada
dilapangan.
b.
Fase Pengumpulan
Data, Pada fase pengumpulan data yang dilakukan sejak
tanggal 28 s/d 29 September 2015, kelompok kami mulai melakukan pelaksanaan
kegiatan pengumpulan data dengan mengamati adanya permasalahan – permasalahan
serta gejala-gejala yang terjadi langsung dilapangan guna membuat laoporan
akhir dari kegiatan Paraktek Kerja Lapangan (PKL). Dengan melakukan wawancara
pada nara sumber dilapangan dan tentu mengaitkan sebuah tema yang sesuai
situasi dan kodisi di lapangan.
c.
Fase Pengolahan Data, yaitu sejak tanggal 30 September s/d 03
Oktober 2015, Pada fase ini dengan adanya data yang sudah diperoleh
dan ditemukanya permasalahan oleh kelompok kami, maka kelompok kami melakukan
pengambilan data dan pengelolahan data sesuai dengan petunjuk teknis yang telah
ditentukan.
3.1.2.2
Kabupaten Sumenep
Pelaksanaan kegiatan PKL ini dimulai pada tanggal 05 s/d 27 Oktober
2015 dengan fase-fase berikut ini :
a. Fase
Persiapan, Dari Tanggal 05 September sampai tanggal 06 Oktober
2015. Pada fase persiapan ini, seluruh mahasiswa yang
mengikuti Paraktek Kerja Lapangan (PKL) sebelum mulai terjun kelapangan
diberikan pengarahan, bimbingan serta pembekalan baik secara teoritis maupun
tehknis, agar mahasiswa dapat siap melaksanakan PKL baik secara professional
dan mental untuk dapat mengatasi situasi dan kondisi serta kenyataan yang ada
dilapangan.
b.
Fase Pengumpulan
Data, Pada fase pengumpulan data yang dilakukan sejak
tanggal 07 s/d 20 Oktober 2015, kelompok kami mulai melakukan pelaksanaan
kegiatan pengumpulan data dengan mengamati adanya permasalahan – permasalahan
serta gejala-gejala yang terjadi langsung dilapangan guna membuat laoporan
akhir dari kegiatan Paraktek Kerja Lapangan (PKL). Dengan melakukan wawancara
pada nara sumber dilapangan dan tentu mengaitkan sebuah tema yang sesuai
situasi dan kodisi di lapangan.
c.
Fase Pengolahan Data, yaitu sejak tanggal 21 s/d 27 Oktober 2015,
Pada fase ini dengan adanya data yang sudah diperoleh
dan ditemukanya permasalahan oleh kelompok kami, maka kelompok kami melakukan
pengambilan data dan pengelolahan data sesuai dengan petunjuk teknis yang telah
ditentukan.
3.2
Kegiatan
dan Metode
3.2.1
Kegiatan
3.2.1.1
Kabupaten
Bantul
Adapun rangkaian kegiatan selama
pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang kami lakukan di Desa Timbul Harjo
Kabupaten Bantul yaitu dapat dilihat dari table dibawah ini
Tabel 3.1
Rangkaian Kegiatan PKL Bantul
3.2.1.2 Kabupaten Sumenep
Rangkaian kegiatan kami selama
pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang di Desa Kolor Kabupaten Sumenep,
dapat dilihat dari table dibawah ini
Table 3.2
Rangkaian kegiatan PKL Sumenep
Untuk mendapatkan tinjauan teoritis tentang pokok yang akan dibahas, kami menggunakan beberapa metode penelitian untuk memperlancar penyusunan laporan ini. Adapun data diperoleh melalui metode atau tehnik dengan melihat teori yang dikemukan oleh Sugiyono (2010:137), bahwa metode pengumpulan data adalah sebagai berikut :3.2.2 Metode
a. Wawancara / Interview
Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam
dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Teknik
pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau
self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi,
sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh
peneliti dalam menggunakan metode interview juga kuisioner (angket) adalah
sebagai berikut :
1.
Bahwa subyek (responden) adalah
orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri
2.
Bahwa apa yang dinyatakan oleh
subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat diercaya
3.
Bahwa interpretasi subyek tentang
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa
yang dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara
dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat
dilakukan melallui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.
b. Studi Dokumentasi
Menurut
Irawan (2000; 70), studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang
diajukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diketik dapat berupa berbagai
macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumen dibedakan menjadi :
1.
Dokumen primer : bila dokumen itu
ditulis oleh pelakunya sendiri.otobiografi adalah salah satu contoh dokumen
primer
2.
Dokumen sekunder: seseorang bila
peristiwa yang dialami disampaikan pada orang lain dan orang ini yang kemudian
menuliskannya. Biografi seseorang adalah contoh dokumen sekunder.
Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi,
buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus, rekaman kaset,
reakaman video, foto dan lain sebagainya. Perlu dicatat bahwa dokumen ditulis
tidak untuk tujuan penelitian, oleh sebab itu penggunaanya sangat selektif.
3.3
Hambatan/Kendala
dan Pemecahannya
Praktek Kerja Lapangan
(PKL) yang kami lakukan tidak terlepas dari hambatan atau kendala selama
pelaksanaan berlangsung. Adapun kendala yang kami temui selama pelaksanaan
berlangsung ialah:
1. Keterbatasan
waktu,
Dengan pelaksanaan PKL yang diadakan di
Kabupaten Sumenep dua minggu dan satu hari di Kabupaten Bantul, membuat kami
harus berfikir cepat agar data yang diinginkan didapat secara maksimal.
mengingat waktu pelaksanaan kegiatan PKL dengan ujian PKL sangat dekat.
2. Sedikitnya
Refrensi langsung yang diperoleh,
Dengan waktu yang hanya sesingkat ini,
kami kesulitan dalam pendalaman pertanyaan terkait indicator yang telah kami
peroleh, hal ini mengakibatkan data yang kami dapat dari hasil wawancara yang
kami lakukan hanya dari pegawai struktural saja.
Dari beberapa hambatan
atau kendala yang kami temui dilapangan maka solusi atau problem Solving yang kami gunakan dalam menghadapi masalah tersebut
adalah:
1. Sedikitnya
waktu yang kami peroleh selama pelaksanaan berlangsung membuat kami harus
menyediakan langkah-langkah yang cepat. Untuk mengatasi permasalahan terkait
keterbatasan waktu, maka kami melakukan pendalaman materi dan sering melakukan
bimbingan kepada dosen pembimbing untuk menyusun dari awal laporan PKL, pedoman
wawancara, serta instrument penelitian lainnya.
2. Untuk
mengatasi permasalahan yang kedua kami dituntut untuk menyiapkan data atau
refrensi sebelum turun kelapangan dengan memperoleh data tersebut melalui
browser internet dan menyiapkan apa saja yang akan di tanyakan pada saat
wawancara dan langsung mengkonsultasikannya ke pembimbing sebelum pelaksanaan
PKL dimulai.
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN
PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Kegiatan
Kegiatan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) ini kami lakukan di Institusi Pemerintah Desa Timbul Harjo,
Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul dan Institusi Pemerintah Desa (PEMDES) Kolor kabupaten
Sumenep, adapun hasil dari Praktek Kerja Lapangan pada kelompok kami yaitu
dilihat dari hasil wawancara yang dibagi tiap indicator dan data-data
pendukung yang telah kami peroleh di
lapangan, sehingga kami pun memahami betul profil dan tugas instansi yang
dijadikan tempat Praktek Kerja lapangan kami, beberapa penjelasan dibawah ini
menggambarkan hasil dari kegiatan yang telah kami peroleh selama mengikuti
Praktek Kerja lapangan.
4.1.1
Pemerintah
Desa Timbul Harjo, Kabupaten Bantul
Pemerintah Desa Timbul Harjo
Kabupaten Bantul merupakan tempat pelaksanaan kegiatan Paraktek Kerja Lapangan
(PKL) kami yang ke dua. Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten
Bantul, Propinsi D.I.Yogyakarta, merupakan 1 dari 4 Desa di Kecamatan
Sewon yang mempunyai jarak 5 Km dari kota kabupaten. Kecamatan
Sewon sendiri merupakan salah satu dari 17 kecamatan di
KabupatenBantul yang termasuk kategori Kecamatan Maju. Secara geografis
Desa Timbulharjo sendiri terletak di perbatasansebelah barat Desa
Pendowoharjo, utara Desa Bangunharjo, timur Desa Wonokromo, dan selatan
berbatasan Desa Sabdodadi.
Desa Timbulharjo letak topografis tanahnya Rata, dengan lahan
sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat untuk lahan pertanian, sehingga
sebagian besar masyarakat Desa adalah petani. Desa Timbulharjo mempunyai jumlah
penduduk 21.371 orang yang terdiri dari 10.832 orang laki-laki, 10.539
orang perempuan, terdiri dari 16 Pedukuhan, dengan potensi perangkatnya terdiri
dari Seorang Kepala Desa yang diabantu oleh perangkat structural/ fungsional.
Pemerintah Desa
Timbul Harjo merupakan salah satu institusi pemerintah desa yang ada di
kabupaten bantul. Pemdes Timbul Harjo beralamat di Jalan Margorejo
Cangkringmalang Mriyan Timbul Harjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Pada
Tahun 2015 Pemdes Timbul Harjo memiliki sebanyak 37 Perangkat desa.
Pemerintah Desa Timbul Harjo
dipimpin oleh seorang Kepala Desa, dan dibantu oleh beberapa pejabat structural
dan fungsional serta staf-staf sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Berikut data geografis Desa Timbul Harjo:
1. Batas
Wilayah
a.
Utara : Desa Bangun Harjo
b.
Timur : Desa Wonokromo
c.
Selatan : Desa Sabdodadi
d.
Barat : Desa Pendowo Harjo
2. Luas
Wilayah
a.
Tanah Sawah : 427 ha
b.
Tanak Keperluan
Fasilitas Umum : 6,8 ha
3. Pemerintahan
Desa
a.
Lingkungan Dusun : 16 buah
b.
Rukun Warga : - buah
c.
Rukun Tetangga : 123 buah
Desa
Timbul Harjo mempunyai data demografi sebagai berikut :
1. Jumlah
penduduk : 1.564
jiwa
a. Laki-laki : 798 jiwa
b. Perempuan : 765 jiwa
2. Jumlah
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
a. Tidak
Tamat SD ; 341 orang
b. Tamat
SD : - orang
c. Tamat
SMP : - orang
d. Tamat
SMA : 224 orang
e. Diploma : 137 orang
f. Tamat
Perguruan Tinggi : 397 orang
3. Komposisi
penduduk
a. Petani : 246 orang
b. Buruh
Tani : 125 orang
c. Buruh/
Swasta : 136 orang
d. Pegawai
Negeri : 35 orang
e. Nelayan : - orang
f. Peternak : - orang
g. Pengrajin ; - orang
h. Pedagang : 9 orang
i.
Montir : 8 orang
j.
Dokter : - orang
k. POLRI/ABRI : 1 orang
l.
Pensiunan : 36 orang
m. Perangkat
Desa : 15 orang
n. Pembuat
Bata : 3 orang
1.
TANGIBLES
Hasil
wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara kami pada Pemerintah Desa Timbul
Harjo yang mengacu pada indicator dan sub-sub indicator. Berikut hasil dari
kegiatan wawancara yang kami lakukan bersama Bpk. Drs. Kandar selaku Kepala
Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul.
“Desa timbul harjo selalu berupaya
memberikan motivasi terbaik bagi masyarakatnya terutama anak usia sekolah,
salah satunya dengan pemberian hadiah kepada siswa/i berprestasi, ini pernah
dilakukan pada siswa peraih juara nasional UAN tingkat SD. kami secara khusus
juga menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan seperti pemberian
tanah desa & lahan strategis untuk dipakai pembangunan sekolah, dan pengembangan
SMK 2 Sewon. Pihak desa juga secara berkelanjutan melakukan pendataan resmi
sekolah-sekolah yang ada di desa Timbul Harjo” (Hasil wawancara tanggal 28
September 2015 pukul 14.00 WIB)
2. REABILITY
Kemampuan
pelayanan pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Timbul Harjo
sebagaimana yang kami lakukan wawancara dengan bapak Agus Hartana selaku
sekertaris desa adalah sebagai berikut :
“Kualitas dan kuantitas tenaga pengajar
atau guru di desa kami sangat baik, karena sesuai dengan tingkat pendidikannya
dan kebutuhan dari sekolah yang bersangkutan. kami juga memperhatikan
perkembangan lembaga pendidikan informal dan nonformal seperti yang kami
lakukan pada lembaga pendidikan formal. Desa Timbul Harjo juga mempunyai
sekolah khusus yang dikelola sendiri oleh pihak desa, mulai dari Taman
kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)” (Hasil wawancara tanggal
28 september 2015 pukul 14.40 WIB)
3.
RESPONSIVENESS
Ketanggapan
Desa Timbul Harjo dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat
seperti yang dikatakan bapak Drs. Kandar selaku kepala desa adalah seperti
berikut :
“ Gairah
masyarakat desa Timbul Harjo dalam mengenyam pendidikan cukup tinggi, ini
dibuktikan oleh pertumbuhan sarjana S1 dan S2 masyarakat yang semakin
meningkat. Di desa kami juga hampir bisa dipastikan tidak ada masyarakat yang
buta aksara (ca-lis-tung). kami juga mempunyai program khusus dalam pelayanan
pendidikan desa, yakni dengan APBDes yang dinganggarkan khusus untuk pembiayaan
pendidikan desa, mulai dari pemberian bantuan alat pendidikan, hadiahdan
penghargaan kepada siswa/i berprestasi, dan insentif dana untuk guru tidak
tetap” (Hasil wawancara tanggal 28 september 2015 pukul 14.30)
Adapun
hasil dokumentasi terkait dengan
responsiveness desa Timbul Harjo adalah sebagaimana table berikut :
4.
ASSURANCE
Desa
Timbul Harjo senantiasa memberikan jaminan kepuasan pelayanan pendidikan kepada
masyarakat seperti yang dikatakan bapak Drs. Kandar selaku kepala desa seperti
berikut:
“Desa Timbul Harjo selalu berupaya
memotivasi siswa/i di desa untuk menjadi pelajar berprestasi, dengan pemberian
bantuan alat peraga PAUD dan alat tulis menulis sekolah untuk siswa yang
dianggap pantas mendapatkan hadiah karena prestasinya di sekolah, juga
pemberian intensif (dana) kepada guru tidak tetap. Kami juga selalu berupaya
melakukan inovasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di desa dengan terus
melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap pelayanan pendidikan kepada
masyarakat” (Hasil wawancara tanggal 28 september 2015 pukul 14.20)
5.
EMPATHY
Rasa
empati para perangkat desa Timbul Harjo dalam memberikan pelayanan pendidikan
sangat baik, ini yang dikatakan oleh bapak Drs. Kandar selaku kepala desa dalam
wawancara yang kami lakukan seperti berikut:
“Saya mempunyai komitmen dalam memajukan
dunia pendidikan di desa Timbul Harjo, karena latar belakang saya sendiri
adalah seorang guru dan hobi berorganisasi sejak masih sekolah dan kuliah. Saya
aktif mendatangi langsung acara dan kegiatan pendidikan di desa, itu cara saya
mensosialisasikan upaya memajukan pendidikan di desa. Forum resmi yang desa
lakukan sebagai langkah sosialisasi dunia pendidikan belum ada namun akan
segera dilakukan mengingat pentingnya tuntutan pendidikan di zaman modern ini”
(Hasil wawancara tanggal 28 September 2015 pukul 14.10)
4.1.2
Pemerintah Desa Kolor Kabupaten Sumenep
Praktek Kerja Lapangan (PKL)
kelompok kami dilakukan pada Pemerintah Desa (PEMDES) Kolor Kabupaten Sumenep.
PEMDES Kolor Sumenep merupakan SKPD yang bergerak dibidang penyedia layanan
masyarakat desa kolor kabupaten
Sumenep. Kabupaten
Sumenep yang memiliki luas wilayah 2.000 kilometer persegi yang terbagi dua
bagian, daratan seluas 1.147 kilometer persegi (27 kecamatan) dan kepulauan
seluas 853 kilometer persegi. Jumlah pulau yang dimiliki sebanyak 76 nama dan
luas perairan sekitar 50.000 kilometer persegi.
Pemdes
Kolor Kabupaten Sumenep terletak di Desa Kolor, kecamatan Kota, kabupaten
Sumenep. Desa Kolor memiliki letak geografis
sebagai berikut:
1.
Batas Wilayah ;
a. Sebelah
Utara Desa : Kelurahan Bangselok
b. Sebelah
Selatan Desa : Desa Gunggung/
Babbalan
c. Sebelah
Barat Desa : Desa Pandian
d. Sebelah
Timur Desa : Desa Pabian
2. Luas
Wilayah ;
a. Sawah : 140,00 Ha
b. Tanah
Kering : 184,52 Ha
c. Tanah
Pekarangan : 59,00 Ha
3. Letak
Wilayah ;
Desa
Kolor terletak di bagian selatan dari kota Sumenep/ wilayah kecamatan kota dalam jarak 3,5 km.
4. Pemerintah
Desa dibagi menjadi 5 Dusun ;
a. Dusun
Labang Seng terdiri dari 6 RT dengan jumlah penduduk 1.443 jiwa.
b. Dusun
Gudang terdiri dari 7 RT dengan junlah penduduk 1.364 jiwa.
c. Dusun
Kebhun terdiri dari 11 RT dengan jumlah penduduk 2.671 jiwa
d. Dusun
Kotthe terdiri dari 11 RT dengan jumlah penduduk 2.575 jiwa.
e.
Dusun Manggaling
terdiri dari 6 RT dengan jumlah penduduk 2.680 jiwa.
5. Iklim
;
a. Musim
Hujan antara bulan November s/d bulan April.
b. Musim
Kemarau antara bulan Mei s/d bulan Oktober
6. Keadaan
Jalan ;
a. Jalan
Negara : Kondisi Baik
b. Jalan
Povinsi : Kondisi Baik
c. Jalan
Kabupaten : Kondisi Baik
d. Jalan
Desa : Kondisi
Baik
Desa kolor memiliki berbagai Sumber Daya
Alam (SDA), yakni di bidang industri ada industri kejingan/ bangunan dengan
presentase 10%, di bidang pertanian ada Padi dengan presentase 35%, Jagung
dengan presentase 10% dan Tembakau dengan presentase 5%. Desa Kolor juga
memiliki data demografi sebagai berikut
Pada Tahun 2014 Pemdes Kolor memiliki sebanyak
13 perangkat desa. Pemerintah Desa Kolor Kabupaten Sumenep dipimpin oleh
seorang Kepala Desa, dan dibantu oleh beberapa pejabat struktural/ fungsional
serta staf.
Pemerintah
Desa Kolor merupakan salah satu institusi pemerintah desa yang ada di kabupaten
Sumenep. Pemdes Kolor Kabupaten Sumenep terletak di sebelah barat Studio Madura
Channel Sumenep. Pada Tahun 2015 Pemdes Kolor
memiliki sebanyak 13 Perangkat desa. Pemerintah Desa Kolor Kabupaten Sumenep
dipimpin oleh seorang Kepala Desa, dan dibantu oleh beberapa pejabat
struktural/ fungsional serta staf dengan rincian sebagai berikut:
2.
REABILITY
Kemampuan
pelayanan pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Kolor sebagaimana yang
kami lakukan wawancara dengan bapak Ghafur Imama selaku sekertaris desa adalah
sebagai berikut :
“Kualitas
dan kuantitas tenaga pengajar di desa saya sangat baik, karena sesuai dengan
tingkat pendidikannya dan kebutuhan dari masing-masing sekolah Secara
langsung perhatian terhadap lembaga pendidikan informal dan nonformal belum
ada, dan untuk sekolah yang dikelola langsung oleh desa juga belum ada, tapi
akan masuk RPJMDes Kolor”
(Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul
12.30 WIB)
3.
RESPONSIVENESS
Ketanggapan
Desa Kolor dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat seperti yang
dikatakan bapak Novandri Prasetiawan A.Md selaku kepala desa adalah seperti
berikut :
“Gairah
masyarakat di desa Kolor dalam mengenyam pendidikan cukup tinggi, ini
ditunjukkan dengan minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya sangat tinggi
minimal ke tingkat SMA dan bahkan ke tingkat Pendidikan Tinggi. Untuk
masyarakat yang tergolong buta aksara (ca-lis-tung) di desa kami ada kurang
lebih 10%, biasanya dari orang tua yang berusia lanjut yang dulunya tidak
mengenyam pendidikan di masa muda. Kami juga mempunyai program khusus dalam
pelayanan pendidikan desa, yakni dengan percepatan dan perampingan administrasi
pengurusan beasiswa bagi pelajar/mahasiswa terhadap sekolah atau lembaga
penyalur beasiswa” (Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul 11.20)
Adapun
hasil dokumentasi terkait dengan responsiveness
desa Timbul Harjo adalah sebagaimana table berikut :
Tabel 4.13
Data Demografi Desa Kolor Berdasarkan Pendidikan
NO
|
PENDIDIKAN
|
JUMLAH
|
1
|
STRATA
III
|
3
|
2
|
STRATA
II
|
191
|
3
|
DIPLOMA
IV/ STRATA I
|
1.570
|
4
|
AKADEMI/
DIPLOMA III/ S. MUDA
|
402
|
5
|
DIPLOMA
I/ II
|
149
|
6
|
SMA/
SEDERAJAT
|
3.567
|
7
|
SMP/
SEDERAJAT
|
1.574
|
8
|
TAMAT
SD/ SEDERAJAT
|
2.383
|
9
|
TIDAK
TAMAT SD/ SEDERAJAT
|
2.271
|
10
|
TIDAK/
BELUM SEKOLAH
|
3.651
|
|
TOTAL
|
15.761
|
4.
ASSURANCE
Desa
Kolor senantiasa berupaya memberikan jaminan kepuasan pelayanan pendidikan
kepada masyarakat seperti yang dikatakan bapak Novandri Prasetiawan A.Md selaku
kepala desa seperti berikut:
“Desa Kolor selalu berupaya memotivasi
siswa/i di desa untuk menjadi pelajar berprestasi, meskipun tidak ada sentuhan
langsung yang kami berikan untuk siswa, namun kami selalu mempermudah akses
pelajar/mahasiswa dalam melakukan pelayanan pendidikan. Kami juga selalu
berupaya melakukan inovasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di desa dengan terus
melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap pelayanan pendidikan kepada
masyarakat” (Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul 11.30)
5.
EMPATHY
Rasa
empati para perangkat desa Kolor dalam memberikan pelayanan pendidikan sangat
baik, ini yang dikatakan oleh bapak Novandri Prasetiawan A.Md selaku kepala
desa dalam wawancara yang kami lakukan seperti berikut:
“saya
mempunyai komitmen dalam mengembangkan dunia pendidikan di desa Kolor. Kami biasanya mensosialisasikan
pentingnya pendidikan kepada para orang tua untuk mengawasi anaknya belajar.
Forum resmi tentang sosialisasi pendidikan di desa Kolor pernah dilakukan tahun
2007 dan akan dilakukan lagi tahun mendatang yang akan mengundang masyarakat
dari berbagai elemen mulai dari pelajar, mahasiswa, tukang becak, pegawai,
petani, tokoh masyarakat dll” (Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul 11.40)
BAB
V
PENUTUP
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil wawancara terkait Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan desa yang
dilakukan di Pemerintah Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul dengan Pemerintah
Desa Kolor Kabupaten Sumenep, dengan indicator dan sub indicator yang telah
dijadikan focus kajian kami, maka hasil yang diperoleh dilihat dari
masing-masing indikator penentu kualitas layanan
sesuai urutan tingkat kepentingan pengguna layanan dan layanan
pendidikan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Wujud (Tangibles)
Desa Timbul Harjo di
Kabupaten Bantul mempunyai dimensi tangibles yang baik, ini dibuktikan dengan
tersedianya fasilitas yang diberikan oleh desa di bidang pendidikan berupa
taman belajar yang memang disediakan untuk tempat belajar anak sekolah.
Sarana dan prasarana
penunjang yang dibangun atas inisiatif perangkat desa juga bisa menjadi
indicator bahwa desa Timbul Harjo mempunyai tangibles yang baik di bidang
pendidikan.
Dari 16 dukuh yang ada
di Desa Timbul Harjo, terdapat 17 Sekoah Taman Kanak-Kanak yang mana ini
melebihi 100% jumlah sekolah per dukuh ini menunjukkan bahwa desa Timbul Harjo
mempunyai fasilitas, sarana dan prasarana yang sangat baik dalam bidang
pendidikan.
Sejalan dengan Desa
Kolor di Kabupaten Sumenep, yang secara berkelanjutan akan terus melakukan
inovasi-inovasi yang lebih baik dalam rangka memajukan tingkat pendidikan desa
dalam jangka menengah.
Bapak Ghafur Imama,
pelaksana tugas (Plt) sekertaris desa Kolor dalam wawancara dengan kelompok
kami mengatakan bahwa fasilitas, sarana dan prasarana fisik di bidang
pendidikan untuk saat ini memang belum disediakan oleh pihak desa karena
rencana pembangunan desa Kolor focus pada pembangunan infrastrukutur seperti
jalan raya, jalan protocol, paving dll.
Dari 5 dusun yang ada
di Desa Kolor, terdapat 4 Sekoah Taman Kanak-Kanak, perbandingan jumlah ini
kurang dari 100% jumlah sekolah per dusun ini menunjukkan bahwa desa Kolor
hampir mempunyai fasilitas, sarana dan prasarana yang sangat baik dalam bidang
pendidikan.
Melihat dua
perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor di atas, dapat
disimpulkan bahwa dimensi tangibles Desa Timbul Harjo lebih baik daripada Desa
Kolor, ini dilihat dari perbedaan fasilitas, sarana dan prasarana yang tersedia
untuk masyarakat.
2.
Kehandalan
(Reliability)
Pelayanan yang dilakukan oleh pihak Desa Timbul Harjo kepada
masyarakat di bidang pendidikan sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan
perhatian yang besar kepada siswa/i berprestasi, anak usia sekolah yang kurang
mampu, dan pihak desa juga memenuhi kebutuhan siswa/i yang membutuhkan
fasilitas pendidikan penunjang seperti taman belajar.
Ketepatan dan kecepatan pelayanan pendidikan di desa Timbul harjo
juga menjadi perhatian utama pelayanan desa. Apa yang dibutuhkan masyarakat
terutama usia sekolah senantiasa dipenuhi dengan pelayanan yang cepat. Hal ini
dilakukan dalam rangka memajukan dunia pendidikan di desa Timbul Harjo.
Begitu juga dengan Desa Kolor, pelayanan yang dilakukan oleh pihak
desa kepada masyarakat di bidang pendidikan sangat baik, salah satunya adalah
pelayanan cepat yang dilakukan khusus untuk masyarakat yang ingin mengurus
administrasi atau perijinan dalam hal pendidikan.
Kehandalan yang meliputi ketepatan dan kecepatan pelayanan
pendidikan di desa Kolor juga menjadi fokus utama pelayanan desa. segala
kebutuhan masyarakat terutama anak usia sekolah akan senantiasa dipenuhi dengan
pelayanan yang cepat. Hal ini dilakukan untuk mempermudah akses masyarakat
dalam dunia pendidikan di desa Kolor.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa
Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa kehandalan desa dalam pelayanan
pendidikan sama baik, namun di Desa Timbul Harjo mempunyai program-program
insentif lebih banyak dari desa Kolor.
3.
Ketanggapan
(Responsiveness)
Ketanggapan para perangkat desa Timbul Harjo dalam memenuhi
pelayanan pendidikan sangat tinggi, Desa Timbul Harjo bahkan mengelola sendiri
salah satu lembaga pendidikan tingkat PAUD dan TK, ini dilakukan karena pihak
desa mempunyai tujuan memajukan pendidikan di desa Timbul harjo dan akan terus
peka dan tanggap terhadap kebutuhan pendidikan yang terus berkembang.
Sejalan dengan itu, ketanggapan para perangkat desa Kolor dalam
memenuhi pelayanan pendidikan juga sangat tinggi, salah satu program andalan
desa Kolor adalah pelayanan cepat kepada siswa/i, mahasiswa/i yang ingin
mengurus beasiswa untuk pendidikannya. Ini sudah menjadi tradisi di desa Kolor
bahwa apapun kebutuhan pendidikan peserta didik, harus cepat dilayani, tidak
dipersulit dan dengan prosedur yang berbelit-belit.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa
Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa para perangkat di kedua desa mempunyai
ketanggapan yang baik dengan gayanya masing-masing. Karena pada hakikatnya
tujuan mereka sama, yaitu memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin kepada
masyarakat terutama di bidang pendidikan.
4.
Jaminan
(Assurance)
Desa Timbul Harjo senantiasa memberikan jaminan kepuasan pelayanan
pendidikan kepada masyarakat terutama peserta didik yang ada di desa Timbul
Harjo, salah satunya adalah pihak desa secara berkelanjutan memberikan bantuan
alat tulis menulis dan alat peraga untuk PAUD untuk menunjang kebuutuhan
pendidikan masyarakat desa khususnya anak usia sekolah.
Jumlah masyarakat sarjana yang tinggi dan masyarakat yang tidak
mengeyam pendidikan rendah mengindikasikan bahwa desa Timbul Harjo memiliki
tingkat kemajuan yang baik di bidang pendidikan. Sikap, perlakuan, kemampuan
melayani dan gaya komunikasi perangkat desa terhadap masyarakat yang melakukan
pelayanan juga terus dievaluasi, ini dilakukan untuk terus memperbaiki kualitas
pelayanan pendidikan di desa Timbul Harjo.
Sama halnya dengan Desa Kolor yang selalu memberikan jaminan
kepuasan pelayanan pendidikan kepada masyarakat terutama peserta didik yang ada
di desa Kolor, hal yang berbanding lurus dengan kondisi masyarakat yang
mengenyam pendidikan lebih besar daripada masyarakat yang tidak mengenyam
pendidikan.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa
Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua desa sama-sama memberikan jaminan
kepuasan pelayanan kepada masyarakat terutama di bidang pendidikan, yang
berbanding lurus dengan gairah masyarakat yang tinggi dalam mengenyam
pendidikan
5.
Empati
(Empathy)
Perhatian tulus yang diberikan oleh setiap perangkat desa Timbul
Harjo kepada masyarakat dalam bidang pendidikan selalu dilakukan, salah satunya
dengan program-program bantuan pendidikan kepada siswa/i berprestasi, ini
dilakukan guna memberikan motivasi kepada para siswa/i di desa Timbul Harjo
agar terus belajar dan berkembang.
Rasa empati dalam pelayanan pendidikan di desa Timbul harjo juga
dilakukan dengan pemberian fasilitas taman belajar desa, dan juga
inovasi-inovasi yang lain akan terus dilakukan demi kemajuan pendidikan
masyarakat desa Timbul Harjo
Begitu juga dengan Desa Kolor, perhatian tulus setiap perangkat
desa dalam pelayanan pendidikan akan terus dilakukan, walaupun sampai saat ini
belum ada bukti nyata program-program yang ditujukan untuk dunia pendidikan
desa, namun pihak desa sudah mempersiapkan anggaran khusus untuk pembangunan
sarana dan prasarana penunjang pendidikan dalam Rancangan Pertanggung Jawaban
Menengah Desa (RPJMDes) Desa Kolor.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa
Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa para perangkat desa khususnya di bidang
pelayanan, mempunyai rasa empati yang tinggi terhadap masyarakat dalam
melalukan pelayanan khususnya di bidang pendidikan. Inovasi-inovasi pelayanan
akan terus dikembangkan guna meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di
kedua desa tersebut.
5.2 Saran.
Desa
Timbul Harjo Kabupaten Bantul dan Desa Kolor Kabupaten Sumenep adalah dua desa
yang sama-sama terus berinovasi untuk mengembangkan desanya, salah satunya
dalam bidang pendidikan. kelompok Praktek kerja Lapangan (PKL) kami mencoba memberikan
beberapa saran, salah satunya adalah dengan mengkomparasikan hasil kegiatan PKL
dan penelitian kami dari kedua desa tersebut.
1.
Wujud (Tangibles)
Melihat perbandingan dari
dimensi Tangibles antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami
menyarankan kepada desa kolor agar lebih meningkatkan perhatian di bidang
pendidikan terutama dalam penyediaan lahan/ tanah untuk pengembangan dunia
pendidikan, memberikan intensif lebih serius kepada aparatur pendidikan
nonformal dan informal dalam rangka memajukan pendidikan nonformal dan informal
di desa Kolor.
2.
Kehandalan
(Reliability)
Melihat perbandingan dari dimensi Reability antara Desa Timbul
Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada kedua desa tersebut
terutama desa Kolor agar lebih meningkatkan evaluasi kinerja aparatur desa
dalam pelayanan pendidikan secara berkelanjutan agar tujuan memajukan
pendidikan desa dapat tercapai dengan sempurna dari periode ke periode
mengikuti kebutuhan modernisasi yang senantiasa membutuhkan perubahan.
3.
Ketanggapan
(Responsiveness)
Melihat perbandingan dari dimensi Responsiveness antara Desa
Timbul Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada desa Kolor
agar secara intensif membuat inovasi-inovasi baru yang berkualitas terkait
pelayanan pendidikan masyarakat, salah satunya pelayanan terhadap siswa/i
sekolah dan mahasiswa/i perguruan tinggi.
4.
Jaminan
(Assurance)
Melihat perbandingan dari dimensi Assurance antara Desa Timbul
Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada kedua desa khususnya
Desa Kolor agar senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan aparatur seperti : sikap
dalam melayani, kesopanan dan kelembutan tutur kata, kepastian dan kecepatan
proses pelayanan, meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab kinerja aparatur
pelayanan, untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pelayanan
pendidikan di desa Timbul Harjo dan Desa Kolor sangat baik.
5.
Empati
(Empathy)
Melihat perbandingan dari dimensi Emphaty antara Desa Timbul Harjo
dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada kedua desa khusunya Desa
Kolor agar meningkatkan rasa ketulusan dan keikhlasan dalam melakukan pelayanan
pendidikan yang ditanamkan kedalam diri masing-masing aparatur desa yang sudah
sepantasnya memberikan pelayanan yang berkualitas tanpa memperhatikan factor
adanya ikatan keluarga, teman dan kerabat, namun secara merata memberikan
pelayanan yang sama baiknya kepada seluruh masyarakat sesuai standar yang sudah
ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar