Kamis, 26 Januari 2017

Contoh Laporan PKL KOMPARASI KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN || Onnaed

KOMPARASI KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN DI DESA TIMBUL HARJO KABUPATEN BANTUL DENGAN DESA KOLOR KABUPATEN SUMENEP

LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN

fisip logo.jpeg

OLEH :
MOHAMMAD NAWAWI
(712.1.1.1830)
RIYADI YANTO
(710.1.1.1529P)
SUKANDAR
(712.1.1.1870)
JEFRI EKA PRADANA PUTRA
(712.1.1.1823)
JEFRI PRIAMBADI
(710.1.1.1505)
BAGUS HERMAWAN
(711.1.1.1542)
FERI FERDIANTO
(709.1.1.1294)
NURVELINA CAHYATI
(712.1.1.1792)
ACH. WAHYUDI
(712.1.1.1764)
IMAM QHOIRI SIDDIKIN
(712.1.1.1781)
NAFILA FIRDAUSI
(712.1.1.1791)
MOHAMMAD HASIN
(712.1.1.1828)
SYAIFUL RAHMAN NUR
(712.1.1.1842)
MOH. ZAINAL ABIDIN
(712.1.1.1827)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP

2015


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang, secara intensif telah, sedang, dan akan terus melaksanakan upaya peningkatan mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, paling tidak sejak awal periode pembangunan nasional jangka panjang pertama. Selama itu kita telah mengeluarkan biaya yang besar, tenaga yang banyak, waktu yang lama untuk meningkatkan mutu pendiikan, misalnya, melalui penataran guru, penyebaran buku dan alat pelajaran, pengembangan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan metode dan pendekatan mengajar, dan sebagainya. Namun demikian, selama itu pula dan sampai sekaraang, mutu pendidikan masih tetap kita rasakan sebagai tantangan, mungkin sama dengan yang kita rasakan dua puluh tahun yang lalu.
Dengan adanya masalah tersebut, mungkin karena kita belum secara optimal melakukan upaya peningkatan mutu, mungkin karena upaya-upaya yang telah kita lakukan relative lebih lambat dibandingkan dengan aspirasi kita tentang mutu pendidikan yang terus berubah dan terus berkembang, atau mungkin juga kita telah mendidik barang yang keliru. Jika secara konsepsional, mutu pendidikan kita artikan sebagai berikut: kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkankemampuan belajar seoptimal munkin, apakah anak didik atau lulusan pendidikan kita sudah memiliki kemampuan belajar seperti yang dimaksudkan. Jika tidak, upaya yang telah kita lakukan selama ini sudah membidik sasaran yang keliru. Ini adalah jenis error ketiga, yaitu solving the wrong problem with the sophisticated method of solution (William Dunn, 1981).
Mutu dan efektivitas pendidikan merupakan permasalahan yang komplek dan multidimensional. Jika kita berbicara mutu pendidikan artinya kita sedang meneropong keseluruhan dimensi pendidikan satu sama lain saling terkait. Persoalan demi persoalan system pendidikan muncul ke permukaan secara tidak beraturan. Misalnya, kesempatan belajar yang kurang merata dan adil, program pendidikan yang belum sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, pengelolaan yang belum efisien dan terlalu terpusat, tenaga kependidikan yang belum professional, biaya yang terbatas, nilai ebtanas yang masih rendah, kenakalan remaja, dan sebagainya. Persoalan tersebut muncul secara terpisah-pisah dan acak secara wajar jika setiap persoalan tersebut dianggap seolah-olah sebagai dimensi masalah yang berdiri sendiri-sendiri.
Masalah pendidikan juga menjadi pekerjaan rumah bagi daerah-daerah di Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak 2001 mengandung konsekuensi yang cukup “menantang” bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah. Namun demikian, di sisi yang lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang sangat mendasar adalah perubahan pola pengelolaan daerah dari sentralistik menjadi desentralisasi, yang salah satunya adalah masalah pelayanan pendidikan.
Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan murah dan berkualitas merupakan mandat sesuai tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan Pasal 28B Ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan, setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.
Dan pasal 31 Ayat 1 mengamanatkan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu pilar penting meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 11 ayat (1) dan (2) menegaskan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi dan wajib menjamin tersedianya dana bagi penyediaan pendidikan untuk setiap warganegara yang berusia 7-15 tahun.
Karena itu, pembangunan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu cara untuk menanggulani kemiskinan, meningkatkan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta meningkatkan keadilan sosial.
Tujuan pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah uapaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manuasia Indonesia yang beriman , bertaqwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab berdasarksan pancasila dan UUD 1945. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia salah satunya adalah dengan dikeluarkannya UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional dan UU no.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Secara garis besar, salah satu permasalahan pendidikan di daerah-daerah khususnya desa di Inodonesia adalah pelayanan pendidikan yang kurang baik meliputi fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi belum tersedia secara merata dan kualitas pendidikan relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik.
Kualitas pelayanan pendidikan pun sangat memprihatinkan. Masih banyaknya bangunan sekolah yang sangat buruk kondisinya. Sekolah- sekolah yang beratapkan langit pun sering kita temui. Lantainya pun terbuat langsung dari tanah, serta tidak cukupnya buku-buku yang seharusnya didapatkan oleh setiap siswa. Belum lagi mahalnya biaya sekolah dan kuliah yang menyebabkan banyak orangtua yang enggan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Inilah realita yang dialami dunia pendidikan di Indonesia.
Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, yang juga merupakan komponen variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karena itu pembangunan pendidikan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan di masa depan.
Salah satu faktor yang menentukan kualitas pelayanan pendidikan adalah kemampuan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas bagi pengguna jasa / pelanggan. Sesuai dengan filosofi Manajemen Mutu Terpadu, maka pendidikan dipandang sebagai jasa dan usaha lembaga pendidikan sebagai industri jasa, bukan proses produksi. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan harus memikirkan tentang pelanggan-pelanggan yang mempunyai berbagai kebutuhan dan tentang bagaimana memuaskan pelanggan tersebut.
Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang terdiri dari 5 dimensi pelayanan, yakni reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Kualitas pelayanan pendidikan bersumber dari SDM, serta fasilitas (sarana-prasarana) pendidikan yang tersedia. Semakin tinggi kualitas pelayanan, semakin puas pelanggan. Kualitas pelayanan cukup maka harapan pelanggan terpenuh, tetapi bila kualitas pelayanan kurang maka pelanggan tidak puas. Perbedaan kualitas pelayanan pendidikan di lembaga pendidikan dimungkinkan oleh berbedanya jenis atau karakter dari masing-masing unit kerja.
Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I.Yogyakarta,  merupakan 1 dari 4 Desa di Kecamatan Sewon yang mempunyai jarak 5 Km dari kota kabupaten. Kecamatan Sewon  sendiri merupakan salah satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul  yang termasuk kategori Kecamatan Maju Salah satunya di bidang pendidikan. Desa Timbul harjo pernah menjadi juara nasional UAN tingkat SD dua tahun berturut-turut. Desa ini terkenal sebagai desa yang mempunyai pelayanan masyarakat yang baik dalam dunia pendidikan karena kepala desanya adalah mantan seorang tenaga pendidik/ guru.
Desa Kolor, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep adalah salah satu desa yang cukup maju yang dimiliki kabupaten sumenep. Dunia pendidikan di Desa Kolor juga cukup maju karena lokasinya yang terdapat dekat dengan pusat kota. Namun karena letak kabuupaten sumenep yang terbilang jauh dari kota metropolitan, maka fasilitas, sarana dan prasarana yang dimiiliki masih di bawah desa timbul harjo yang memang letaknya di kota Yogyakarta.
Dengan adanya perbedaan yang signifikan antara Desa Kolor Kabupaten Sumenep dan Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul, maka kelompok PKL kami dengan indikator penelitian Peningkatan Layanan Pendidikan Desa tertarik untuk melakukan tinjauan dan penelitian langsung di kedua instansi tersebut. Dengan judul yang kami angkat adalah ”Komparasi Kualitas Pelayanan Pendidikan di Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul dengan Desa Kolor Kabupaten Sumenep”





1.2  Permasalahan
Mengacu pada latar belakang diatas, kami dapat menarik suatu permasalahan yaitu ; Bagaimana Komparasi Kualitas Pelayanan Pendidikan di Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul dengan Desa Kolor Kabupaten Sumenep ?

1.3  Fokus Kajian
Fokus kajian dalam penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini didasarkan pada latar belakang dan permasalahan, yaitu Komparasi Kualitas Layanan Pendidikan pada Desa Timbul Harjo, Kabupaten Bantul dengan Desa Kolor, Kabupaten Sumenep.
Fokus kajian pada kali ini juga berlandaskan pada teori SERVQUAL (Service Quality) oleh Parasuraman dalam Lupiyoadi (2009) yang menyimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut :
1.    Wujud (Tangibles), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan dan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personil dan sarana komunikasi. Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan karyawan, peralatan dan teknologi yang diberikan dalam memberika layanan. Fasilitas fisik seperti gedung, ruang tempat pelayanan, kebersihan, ruang tunggu, AC, tempat parkir merupakan salah satu segi dalam kualitas jasa karena akan memberikan sumbangan bagi nasabah yang memerlukan layanan dari perusahaan. Penampilan yang baik dari karyawan akan memberikan rasa dihargai bagi nasabah yang dilayani, sedangkan dalam peralatan dan teknologi yang digunakan dalam memberikan layanan akan memberikan kontribusi pada kecepatan dan ketepatan layanan.
2.    Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti harus tepat waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akuransi tinggi.
3.    Ketanggapan (Responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan
4.    Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan, kesopanan, dan kemampuan para karyawan perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). Berkaitan dengan kemampuan para karyawan dalam menanamkan kepercayaan kepada nasabah, adanya perasaan aman bagi nasabah dalam melakukan transaksi, pengetahuan dan sopan santun karyawanan dalam memberikan layanan kepada nasabah. Pengetahuan, kesopanan dan kemampuan karyawan akan menimbulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap perusahaan.
5.    Empati (Empathy) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Hal ini berhubungan perhatian dan kepedulian karyawan kepada nasabah, kemudahan mendapatkan layanan, kepedulian karyawan terhadap masalah yang dihadapinya. Semua nasabah berhak memperoleh kemudahan pelayanan yang sama tanpa didasari apakah mempunyai hubungan khusus kepda karyawan atau tidak.

1.4  Tujuan dan Manfaat
1.      Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Berdasarkan pada uraian latar belakang dan permasalahan yang telah kami bahas di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan Desa pada Desa Kolor di Kabupaten Sumenep dan pada Desa Timbul Harjo, Kabupaten Bantul.
2.      Manfaat Praktek Kerja Lapangan
a.       Bagi Mahasiswa
1)      Menambah wawasan kami terkait dengan Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan Desa
2)      Meningkatkan rasa percaya diri kami dalam menghadapi berbagai permasalahan masyarakat desa terkait dengan layanan pendidikan desa.
b.      Bagi Universitas
1)      Meningkatkan mutu kualitas pengajaran dalam rangka penyempurnaan kurikulum.
2)      Meningkatkan, memperluas dan mempercepat kerjasama dengan masyarakat desa atau pemerintah desa.
c.       Bagi Pemerintah/Instansi Terkait
1)        Masukan dalam mengakaji penerapan pelayanan pendidikan desa pada lingkungan Pemerintah Desa (PEMDES) Kolor di Kabupaten Sumenep dan di lingkungan Pemerintah Desa (PEMDES) Timbul Harjo, kabupaten Bantul Yogyakarta.
2)        Dapat menemukan inovasi baru dalam meeningkatkan kualitas layanan pendidikan desa di desa masing-masing.
BAB II
ANALISA DAN TEORI


2.1  Pengertian Komparasi
Komparasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbandingan. Menurut Winarno Surakhmad dalam bukunya Pengantar Pengetahuan Ilmiah (1986:84), komparasi adalah penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisis tentang hubungan sebab akibat, yakni memilih faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan faktor lain.
Studi komparasi menurut Poerwodarminto dalam kamus umum Bahasa Indonesia (2003:708), studi berasal dari bahasa inggris “to study” yang berarti ingin mendapatkan atau mempelajari. Mempelajari berarti ingin mendapatkan suatu yang khusus dengan didorong oleh rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang belum dipelajari dan dikenal. Sedangkan komparasi berasal dari bahasa inggris “to compare” yang berarti membandingkan paling tidak ada dua masalah dan ada dua faktor kesamaan serta faktor perbedaan.Arswani Sujud mengemukakan bahwa “Penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang prosedur-prosedur kerja” (Suharsimi Arikunto, 1997:247).
Sedangkan Mohammad Nazir (2005:8) mengemukakan bahwa studi komparatif adalah sejenis penelitian yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor penyebab terjadinya maupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau menyelidiki suatu masalah dengan membandingkan dua variabel atau lebih dari suatu obyek penelitian.

2.2    Pengertian Kualitas Pelayanan
Defenisi kualitas sangat beraneka ragam dan mengandung banyak makna. Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik Tjiptono (1996) mendefenisikan “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya yang memenuhi atau melebihi harapan”. Kualitas merupakan strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit dan implicit “. Sedangkan defenisi kualitas menurut Kotler (2009) adalah seluruh ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Ini jelas merupakan defenisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Berdasarkan beberapa pengertian kualitas dapat diartikan bahwa kualitas hidup kerja harus merupkan suatu pola pikir yang dapat menterjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasar konsumen dalam suatu proses manajemen dan proses produksi barang atau jasa terus menerus tanpa hentinya sehingga memenuhi persepsi kualitas pasar konsumen tersebut.
Perspektif kualitas adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan kualitas suatu jasa/produk. Ada lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu (Tjiptono, 1996) :
1.    Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahuin tetapi sulit didefenisikan.Sudut pandang seperti ini biasanya diterapkan dalam dunia seni. Tetapi perusahaan juga dapat mempromosikan produknya melalui pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi.
2.    Product Based Approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3.    User Based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif ini menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4.    Manufacturing Based Approach
Perspektif ini mendefenisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, dan seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
5.    Value Based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli.
Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL oleh Parasuraman dalam Lupiyoadi (2009) disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut :
6.    Wujud (Tangibles), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan dan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personil dan sarana komunikasi. Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan karyawan, peralatan dan teknologi yang diberikan dalam memberika layanan. Fasilitas fisik seperti gedung, ruang tempat pelayanan, kebersihan, ruang tunggu, AC, tempat parkir merupakan salah satu segi dalam kualitas jasa karena akan memberikan sumbangan bagi nasabah yang memerlukan layanan dari perusahaan. Penampilan yang baik dari karyawan akan memberikan rasa dihargai bagi nasabah yang dilayani, sedangkan dalam peralatan dan teknologi yang digunakan dalam memberikan layanan akan memberikan kontribusi pada kecepatan dan ketepatan layanan.
7.    Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti harus tepat waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akuransi tinggi.
8.    Ketanggapan (Responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan
9.    Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan, kesopanan, dan kemampuan para karyawan perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). Berkaitan dengan kemampuan para karyawan dalam menanamkan kepercayaan kepada nasabah, adanya perasaan aman bagi nasabah dalam melakukan transaksi, pengetahuan dan sopan santun karyawanan dalam memberikan layanan kepada nasabah. Pengetahuan, kesopanan dan kemampuan karyawan akan menimbulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap perusahaan.
10.                        Empati (Empathy) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Hal ini berhubungan perhatian dan kepedulian karyawan kepada nasabah, kemudahan mendapatkan layanan, kepedulian karyawan terhadap masalah yang dihadapinya. Semua nasabah berhak memperoleh kemudahan pelayanan yang sama tanpa didasari apakah mempunyai hubungan khusus kepda karyawan atau tidak.
Parasuraman (Tjiptono, 2007) mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas pelayanan kepada pelanggan :
1.    Reliability, meliputi dua aspek utama yaitu konsistensi kinerja (performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right the first time), memenuhi janjinya secara akurat dan andal.
2.    Responsiveness, perlunya suatu kemampuan seorang pelayan jasa untuk dapat membaca jalan pikiran pelanggan dalam mengharapkan produk yang mereka inginkan, sehingga pelanggan merasakan suatu perhatian yang serius dari pihak perusahaan akan harapan yang mereka butuhkan, dalam arti perusahaan dengan cepat mengambil inisiatif akan permasalahan yang dihadapi pelanggan.
3.    Competence, adanya suatu ketrampilan yang dimilik dan dibutuhkan agar dalam memberikan jasa kepada pihak pelanggan dapat dilaksanakan dengan optimal. Disini pengetahuan karyawan akan bentuk jasa yang akan mereka berikan kepada pelanggan dapat ditawarkan pada kondisi dan situasi yang sesuai, seperti melakukan pendekatan kepada para pelanggan yang ingin membeli produk yang dijual.
4.    Access, melibatkan pendekatan pada setiap kontak yang terjadi antara perusahaan dengan pihak pelanggan. Dalam hal ini ada suatu hubungan yang sering dilakukan pihak perusahaan dengan pelanggan dalam memberikan informasi pada produk yang mereka tawarkan, dengan harapan pelanggan dapat mengetahuinya dengan jelas.
5.    Courtesy, dalam kegiatan ini adanya suatu nilai moral yang dimiliki oleh karyawan yang memberikan pelayanan kepada pelanggan yang tercermin dari pribadi karyawan seperti kesopanan, respon yang cepat dalam menawarkan suatu produk kepada pelanggan, serta melakukan pertimbangan dalam mengambil inisiatif yang terbaik dalam menghadapi suatu pelayanan dan juga mengadakan kontak di antara para karyawan yang melakukan pelayanan.
6.    Communication, secara terus menerus memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa dan penggunaan kata yang jelas sehingga para pelanggan dapat dengan mudah mengerti serta di samping itu perusahaan hendaknya dapat secara cepat dan tanggap dalam menyikapi keluhan dan complain yang dilakukan oleh pelanggan.
7.    Credibility, perlunya suatu kepercayaan yang diberikan kepada pelanggan serta kejujuran. Dalam pelaksanaan ini, dimana adanya suatu usaha yang maksimal dari sebuah perusahaan untuk berusaha menanamkan kepercayaan sehingga perhatian yang tertuju kepada tujuan tersebut akan dapat memberikan suatu kredibilitas yang baik bagi perusahaan pada masa yang akan datang. Dalam masalah kredibilitas sangat berpengaruh pada nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik personal dalam melakukan kontak secara personal, adanya tingkat kesulitan yang dihadapi dalam menjual yang tentunya akan melibatkan tingkat interaksi yang positif dengan pelanggan.
8.    Security, adalah suatu kepercayaan yang tinggi dari pelanggan akan produk yang mereka beli, dengan demikian pelanggan merasa terbebas dari rasa ragu dan bimbang akan mutu dari produk yang mereka terima, tentunya pelayanan yang diberikan dapat memberikan suatu kepercayaan yang maksimal kepada pelanggan.
9.    Understanding/knowing the customer, membantu suatu ilustrasi yang objektif dengan membentuk suatu usaha dalam tindak lanjut berupa perbuatan sehingga dapat memberikan pengertian kepada pelanggan akan produk yang mereka butuhkan.
10.                        Tangible, adanya pembuktian yang nyata dari tim penjualan akan bentuk fisik dari pelayanan yang mereka berikan, sehingga pembuktian tersebut akan dapat membentuk suatu opini bagi pelanggan kea rah positif. Tentunya perusahaan akan mengalami suatu tingkat kepercayaan tinggi pada masa mendatang
2.3    Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah paedagogie yang berarti ”pendidikan”, serta paedagogia yang berarti ”pergaulan dengan anak”. Konsep pendidikan tersebut kemudian dapat dimaknai sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Armai, 2005). Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu ”mengeluarkan dan menuntun”, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa sejak dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai erziehung yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak.
Genre mendefinisikan pendidikan dengan usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan bermakna. Secara singkat dari berbagai definisi tersebut, pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya (Iriani,2010). Ahmed (1990) mendefinisikan pendidikan sebagai suatu usaha yang dilakukan individu dan masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada generasi muda untuk membantu mereka dalam meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan berhasil.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilaiyang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrem dapat dikatakan bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat atau suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut (Sanaky,2010). Pendidikan pada hakekatnya juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses mengubah perilaku individu, tentu saja dalam hal ini adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Proses pendidikan itu sendiri, oleh Freire (2002) dimaknai sebagai sebuah proses untuk membentuk manusia seutuhnya, atau proses memanusiakan manusia (humanisasi). Dewey (1979) memberikan definisi pendidikan secara lebih luas sebagai organisasi pengalaman hidup, serta pembentukan kembali pengalaman hidup.
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari sudut pandang masyarakat, dan dari sudut pandang individu. Pendidikan dari sudut pandang masyarakat dapat dimaknai sebagai sebuah proses pewarisan kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda agar kehidupan masyarakat tetap berlanjut. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut dapat terpeelihara. Pendidikan dari sudut pandang individu dapat diartikan sebagai pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri individu (Yunadi, 2009). Setiap individu memiliki potensi yang berbeda. Pengembangan potensi individu inilah yang harus menjadi perhatian utama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.

2.3.1        Posisi Pendidikan dalam Perubahan Sosial
Posisi pendidikan dala perubahan sosial dapat dianalisis melalui dua pendekatan makro dalam sosiologi, yaitu pendekatan struktural fungsional dan pendekatan konflik. Pendekatan struktural fungsional memiliki asumsiutama, yaitu melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai subsistem. Subsistem-subsistem tersebut memiliki fungsi masing-masing yang tidak dapat ditukarkan satu sama lain. Agar sistem amasyarakat dapat berjalan stabil (tidak terjadi perpecahan dalam masyarakat) maka subsistem tersebut harus selalu ada dan selalu menjalankan fungsinya masing-masing. Apabila salah satu atau beberapa subsistem tidak berperan sebagaimana funsginya, maka sistem tersebut akan hancur atau masyarakat akan mengalami kekacauan.
Pada dasarnya terdapat dua pertanyaan mendasar mengenai pendidikan yang dikemukakan para fungsionalis dalam menganalisis praktik pendidikan, yaitu apa fungsi pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan? Apa fungsi hubungan fungsional antara (institusi) pendidikan dengan bagian (institusi) yang lain dalam sistem sosial? Secara umum, para analis fungsional, melihat fungsi serta kontribusi yang positif lembaga pendidikan dalam memelihara atau mempertahankan keberlangsungan sistem sosial

2.4    Pengertian Desa
Pengertian desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Egon E. Bergel (1995: 121) misalnya, mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani (peasants).sebenarnya faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Dengan perkataan lain, suatu desa ditandai oleh keterikatan warganya terhadap suatu wilayah tertentu. Keterikatan terhadap wilayah ini disamping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk menyangga kehidupan mereka. Dalam sosiologi, jenis kelompok semacam itu, yakni yang memiliki ikatan kebersamaan dan ikatan terhadap wilayah tertentu, pengertiannya tercakup dalam konsep komunitas (community). Dengan demikian desa dilihat dari karakteristik yang dimilkinya adalah sebagai suatu komunitas. Namun bila sekedar mengacu pada karakteristik semacam itu, kota atau bahkan negarapun juga merupakan suatu komunitas. Maka terdapat dua kelompok komunitas yang memiliki karakteristik umum yang sama, yakni komunitas desa dan komunitas kota.
Koentjaraningrat (1977) memilah pengertian komunitas kedalam dua jenis, yakni komunitas besar dan kecil. Komunitas besar misalnya kota, negara bagian, negara dan lainnya. Komunitas kecil misalnya band, desa, rukun tetangga, dan lainnya. Maka untuk desa, Koentjaraningrat mendefinisikannya sebagai ”komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat” (1977: 162). Dalam definisi ini tidak ada penegasan bahwa komunitas desa berkaitan secara khusus atau tergantung pada pertanian (desa pertanian). Ini berarti bahwa definisi tersebut juga mencakup desa nelayan dan bentuk-bentuk pemukiman kecil menetap lainnya. Dengan definisi dan pemahaman desa seperti itu maka perbedaan antara komunitas desa dan komunitas kota menjadi jelas.
Suatu definisi yang dikemukakan oleh Paul H. Landis (1948: 12-13), seorang sarjana sosiologi pedesaan dari Amerika Serikat, dapat dikatakan cukup mewakili pendefinisian desa umumnya. Menurut dia, definisi desa dapat dipilih menjadi tiga, tergantung pada tujuan analisa. Untuk tujuan analisa statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikologik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal di antara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian.
Bertolak dari kenyataan secara umum dan yang secara teoritik sangat dipengaruhi oleh perspektif evolusioner, konsep-konsep desa (village), kota kecil (town) dan kota besar (city) sering dilihat sebagai suatu gejala yang berkatan satu sama lain dalam bentuk suatu jaringan atau pola tertentu. Dalam hal ini Egon Ernest Bergel (1955: 121-135) memberikan gambaran yang cukup sistematik.
Istilah desa (village) menurut Bergel diterapkan untuk dua pengertian. Desa diartikan sebagai setiap pemukiman para petani, terlepas dari ukuran besar kecilnya. Petani-petani Amerika Serkat yang biasa dengan isolasi ( the arranged and pure asolated form type, pen) merupakan salah satu pengecualian dari bentuk ini. Kedua, terdapat juga desa-desaperdagangan. Yang dimaksud desa perdagangan tidaklah berarti bahwa seluruh penduduk desa yang terlibat dalam kegiatan perdagangan, melainkan hanya sebagian saja dari desa itu yang memiliki mata pencaharian dalam bidang perdagangan. Jenis pekerjaan non pertanian ini dikelola secara tradisional, baik dalam hal pemasaran produksi maupun transformasi keahliannya.



BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN


3.1  Tempat dan Waktu
3.1.1   Tempat
3.1.1.1  Kabupaten Bantul
Bahan kajian Praktek Kerja Lapangan (PKL) kelmpok kami tentang Komparasi Kualitas Layanan Pendidikan Desa. adapun institusi tempat pelaksanaan PKL kami yang pertama adalah di Desa Timbul Harjo dengan keterangan lebih lengkap sebagai berikut :
1.       Kepala Desa              : Drs. Kandar
2.       Alamat Balai Desa    : Jalan Margorejo Cangkringmalang Mriyan
Timbul Harjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul
3.       Kode Pos                  : 55186
4.       Telepon                     : -
5.       E-mail                        : kantordesa.timbulharjo@yahoo.com
6.       Situs web                  : http://desatimbulharjo.wordpress.com

3.1.1.2  Kabupaten Sumenep
Adapun tempat pelaksanaan praktek kerja lapangan (PKL) kelompok kami yaitu kelompok V yang berikutnya adalah bertempat di desa Kolor Kecamatan Kota Sumenep, dengan keterangan lengkap sebagai berikut :
1.       Kepala Desa              : Novandri Prasetiawan A.Md
2.       Alamat Balai Desa    : Jalan Adirasa (sebelah barat Studio Madura
                                 Channel) Kolor, Kabupaten Sumenep.
3.       Kode Pos                  : 69417
4.       Telepon                     : -

3.1.2        Waktu
3.1.2.1  Kabupaten Bantul
Pelaksanaan kegiatan PKL di Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul ini dimulai pada tanggal 22 September s/d 03 Oktober 2015 dengan fase-fase berikut ini :
a.      Fase Persiapan, Dari Tanggal 22 September sampai tanggal 26 September 2015. Pada fase persiapan ini, seluruh mahasiswa yang mengikuti Paraktek Kerja Lapangan (PKL) sebelum mulai terjun kelapangan diberikan pengarahan, bimbingan serta pembekalan baik secara teoritis maupun tehknis, agar mahasiswa dapat siap melaksanakan PKL baik secara professional dan mental untuk dapat mengatasi situasi dan kondisi serta kenyataan yang ada dilapangan.
b.      Fase Pengumpulan Data, Pada fase pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 28 s/d 29 September 2015, kelompok kami mulai melakukan pelaksanaan kegiatan pengumpulan data dengan mengamati adanya permasalahan – permasalahan serta gejala-gejala yang terjadi langsung dilapangan guna membuat laoporan akhir dari kegiatan Paraktek Kerja Lapangan (PKL). Dengan melakukan wawancara pada nara sumber dilapangan dan tentu mengaitkan sebuah tema yang sesuai situasi dan kodisi di lapangan.
c.       Fase Pengolahan Data, yaitu sejak tanggal 30 September s/d 03 Oktober 2015, Pada fase ini dengan adanya data yang sudah diperoleh dan ditemukanya permasalahan oleh kelompok kami, maka kelompok kami melakukan pengambilan data dan pengelolahan data sesuai dengan petunjuk teknis yang telah ditentukan.

3.1.2.2  Kabupaten Sumenep
Pelaksanaan kegiatan PKL ini dimulai pada tanggal 05 s/d 27 Oktober 2015 dengan fase-fase berikut ini :
a.     Fase Persiapan, Dari Tanggal 05 September sampai tanggal 06 Oktober 2015. Pada fase persiapan ini, seluruh mahasiswa yang mengikuti Paraktek Kerja Lapangan (PKL) sebelum mulai terjun kelapangan diberikan pengarahan, bimbingan serta pembekalan baik secara teoritis maupun tehknis, agar mahasiswa dapat siap melaksanakan PKL baik secara professional dan mental untuk dapat mengatasi situasi dan kondisi serta kenyataan yang ada dilapangan.
b.      Fase Pengumpulan Data, Pada fase pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 07 s/d 20 Oktober 2015, kelompok kami mulai melakukan pelaksanaan kegiatan pengumpulan data dengan mengamati adanya permasalahan – permasalahan serta gejala-gejala yang terjadi langsung dilapangan guna membuat laoporan akhir dari kegiatan Paraktek Kerja Lapangan (PKL). Dengan melakukan wawancara pada nara sumber dilapangan dan tentu mengaitkan sebuah tema yang sesuai situasi dan kodisi di lapangan.
c.       Fase Pengolahan Data, yaitu sejak tanggal 21 s/d 27 Oktober 2015, Pada fase ini dengan adanya data yang sudah diperoleh dan ditemukanya permasalahan oleh kelompok kami, maka kelompok kami melakukan pengambilan data dan pengelolahan data sesuai dengan petunjuk teknis yang telah ditentukan.

3.2  Kegiatan dan Metode
3.2.1        Kegiatan
3.2.1.1  Kabupaten Bantul
Adapun rangkaian kegiatan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang kami lakukan di Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul yaitu dapat dilihat dari table dibawah ini
                  
Tabel 3.1
Rangkaian Kegiatan PKL Bantul

3.2.1.2 
Kabupaten Sumenep   
Rangkaian kegiatan kami selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang di Desa Kolor Kabupaten Sumenep, dapat dilihat dari table dibawah ini
Table 3.2
   Rangkaian kegiatan PKL Sumenep

     
Untuk mendapatkan tinjauan teoritis tentang pokok yang akan dibahas, kami menggunakan beberapa metode penelitian untuk memperlancar penyusunan laporan ini. Adapun data diperoleh melalui metode atau tehnik dengan melihat teori yang dikemukan oleh Sugiyono (2010:137), bahwa metode pengumpulan data adalah sebagai berikut :3.2.2        Metode

a.      Wawancara / Interview
               Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
               Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi, sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview juga kuisioner (angket) adalah sebagai berikut :
1.     Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri
2.     Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat diercaya
3.     Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melallui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.

b.      Studi Dokumentasi
Menurut Irawan (2000; 70), studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang diajukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diketik dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumen dibedakan menjadi :
1.      Dokumen primer : bila dokumen itu ditulis oleh pelakunya sendiri.otobiografi adalah salah satu contoh dokumen primer
2.     Dokumen sekunder: seseorang bila peristiwa yang dialami disampaikan pada orang lain dan orang ini yang kemudian menuliskannya. Biografi seseorang adalah contoh dokumen sekunder.
Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus, rekaman kaset, reakaman video, foto dan lain sebagainya. Perlu dicatat bahwa dokumen ditulis tidak untuk tujuan penelitian, oleh sebab itu penggunaanya sangat selektif.

3.3  Hambatan/Kendala dan Pemecahannya
Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang kami lakukan tidak terlepas dari hambatan atau kendala selama pelaksanaan berlangsung. Adapun kendala yang kami temui selama pelaksanaan berlangsung ialah:
1.      Keterbatasan waktu,
Dengan pelaksanaan PKL yang diadakan di Kabupaten Sumenep dua minggu dan satu hari di Kabupaten Bantul, membuat kami harus berfikir cepat agar data yang diinginkan didapat secara maksimal. mengingat waktu pelaksanaan kegiatan PKL dengan ujian PKL sangat dekat.
2.      Sedikitnya Refrensi langsung yang diperoleh,
Dengan waktu yang hanya sesingkat ini, kami kesulitan dalam pendalaman pertanyaan terkait indicator yang telah kami peroleh, hal ini mengakibatkan data yang kami dapat dari hasil wawancara yang kami lakukan hanya dari pegawai struktural saja.
Dari beberapa hambatan atau kendala yang kami temui dilapangan maka solusi atau problem Solving yang kami gunakan dalam menghadapi masalah tersebut adalah:
1.      Sedikitnya waktu yang kami peroleh selama pelaksanaan berlangsung membuat kami harus menyediakan langkah-langkah yang cepat. Untuk mengatasi permasalahan terkait keterbatasan waktu, maka kami melakukan pendalaman materi dan sering melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing untuk menyusun dari awal laporan PKL, pedoman wawancara, serta instrument penelitian lainnya.
2.      Untuk mengatasi permasalahan yang kedua kami dituntut untuk menyiapkan data atau refrensi sebelum turun kelapangan dengan memperoleh data tersebut melalui browser internet dan menyiapkan apa saja yang akan di tanyakan pada saat wawancara dan langsung mengkonsultasikannya ke pembimbing sebelum pelaksanaan PKL dimulai.


BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN


4.1  Hasil Kegiatan
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini kami lakukan di Institusi Pemerintah Desa Timbul Harjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul dan Institusi Pemerintah Desa (PEMDES) Kolor kabupaten Sumenep, adapun hasil dari Praktek Kerja Lapangan pada kelompok kami yaitu dilihat dari hasil wawancara yang dibagi tiap indicator dan data-data pendukung  yang telah kami peroleh di lapangan, sehingga kami pun memahami betul profil dan tugas instansi yang dijadikan tempat Praktek Kerja lapangan kami, beberapa penjelasan dibawah ini menggambarkan hasil dari kegiatan yang telah kami peroleh selama mengikuti Praktek Kerja lapangan.  

4.1.1        Pemerintah Desa Timbul Harjo, Kabupaten Bantul
Pemerintah Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul merupakan tempat pelaksanaan kegiatan Paraktek Kerja Lapangan (PKL) kami yang ke dua. Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I.Yogyakarta,  merupakan 1 dari 4 Desa di Kecamatan Sewon yang mempunyai jarak 5 Km dari kota kabupaten. Kecamatan
Sewon  sendiri merupakan salah satu dari 17 kecamatan di KabupatenBantul  yang termasuk kategori Kecamatan Maju. Secara geografis Desa Timbulharjo sendiri terletak di perbatasansebelah barat Desa Pendowoharjo,  utara Desa Bangunharjo, timur Desa Wonokromo, dan selatan berbatasan Desa Sabdodadi.
Desa Timbulharjo letak topografis tanahnya Rata, dengan lahan sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat untuk lahan pertanian, sehingga sebagian besar masyarakat Desa adalah petani. Desa Timbulharjo mempunyai jumlah penduduk  21.371 orang yang terdiri dari 10.832 orang laki-laki, 10.539 orang perempuan, terdiri dari 16 Pedukuhan, dengan potensi perangkatnya terdiri dari Seorang Kepala Desa yang diabantu oleh perangkat structural/ fungsional.
Pemerintah Desa Timbul Harjo merupakan salah satu institusi pemerintah desa yang ada di kabupaten bantul. Pemdes Timbul Harjo beralamat di Jalan Margorejo Cangkringmalang Mriyan Timbul Harjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Pada Tahun 2015 Pemdes Timbul Harjo memiliki sebanyak 37 Perangkat desa.
Pemerintah Desa Timbul Harjo dipimpin oleh seorang Kepala Desa, dan dibantu oleh beberapa pejabat structural dan fungsional serta staf-staf sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Berikut data geografis Desa Timbul Harjo:
1.      Batas Wilayah
a.       Utara               : Desa Bangun Harjo
b.       Timur               : Desa Wonokromo
c.        Selatan                        : Desa Sabdodadi
d.       Barat               : Desa Pendowo Harjo
2.      Luas Wilayah
a.       Tanah Sawah                                       : 427 ha
b.       Tanak Keperluan Fasilitas Umum       : 6,8 ha
3.      Pemerintahan Desa
a.       Lingkungan Dusun                             : 16 buah
b.       Rukun Warga                                      : -    buah
c.        Rukun Tetangga                                  : 123 buah



Desa Timbul Harjo mempunyai data demografi sebagai berikut :
1.      Jumlah penduduk                          : 1.564 jiwa
a.       Laki-laki                            :   798 jiwa
b.      Perempuan                                    :   765 jiwa
2.      Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
a.       Tidak Tamat SD                ; 341 orang
b.      Tamat SD                          : -      orang
c.       Tamat SMP                       : -      orang
d.      Tamat SMA                      : 224 orang
e.       Diploma                            : 137 orang
f.       Tamat Perguruan Tinggi    : 397 orang
3.      Komposisi penduduk
a.       Petani                                : 246 orang
b.      Buruh Tani                        : 125 orang
c.       Buruh/ Swasta                   : 136 orang
d.      Pegawai Negeri                 :   35 orang
e.       Nelayan                             :     - orang
f.       Peternak                            :     - orang
g.      Pengrajin                           ;     - orang
h.      Pedagang                          :     9 orang
i.        Montir                               :     8 orang
j.        Dokter                               :     - orang
k.      POLRI/ABRI                   :     1 orang
l.        Pensiunan                          :    36 orang
m.    Perangkat Desa                 :    15 orang
n.      Pembuat Bata                    :      3 orang


1.         TANGIBLES
Hasil wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara kami pada Pemerintah Desa Timbul Harjo yang mengacu pada indicator dan sub-sub indicator. Berikut hasil dari kegiatan wawancara yang kami lakukan bersama Bpk. Drs. Kandar selaku Kepala Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul.

“Desa timbul harjo selalu berupaya memberikan motivasi terbaik bagi masyarakatnya terutama anak usia sekolah, salah satunya dengan pemberian hadiah kepada siswa/i berprestasi, ini pernah dilakukan pada siswa peraih juara nasional UAN tingkat SD. kami secara khusus juga menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan seperti pemberian tanah desa & lahan strategis untuk dipakai pembangunan sekolah, dan pengembangan SMK 2 Sewon. Pihak desa juga secara berkelanjutan melakukan pendataan resmi sekolah-sekolah yang ada di desa Timbul Harjo” (Hasil wawancara tanggal 28 September 2015 pukul 14.00 WIB)
  
2.      REABILITY
Kemampuan pelayanan pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Timbul Harjo sebagaimana yang kami lakukan wawancara dengan bapak Agus Hartana selaku sekertaris desa adalah sebagai berikut :

“Kualitas dan kuantitas tenaga pengajar atau guru di desa kami sangat baik, karena sesuai dengan tingkat pendidikannya dan kebutuhan dari sekolah yang bersangkutan. kami juga memperhatikan perkembangan lembaga pendidikan informal dan nonformal seperti yang kami lakukan pada lembaga pendidikan formal. Desa Timbul Harjo juga mempunyai sekolah khusus yang dikelola sendiri oleh pihak desa, mulai dari Taman kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)” (Hasil wawancara tanggal 28 september 2015 pukul 14.40 WIB)

3.         RESPONSIVENESS
Ketanggapan Desa Timbul Harjo dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat seperti yang dikatakan bapak Drs. Kandar selaku kepala desa adalah seperti berikut :

“ Gairah masyarakat desa Timbul Harjo dalam mengenyam pendidikan cukup tinggi, ini dibuktikan oleh pertumbuhan sarjana S1 dan S2 masyarakat yang semakin meningkat. Di desa kami juga hampir bisa dipastikan tidak ada masyarakat yang buta aksara (ca-lis-tung). kami juga mempunyai program khusus dalam pelayanan pendidikan desa, yakni dengan APBDes yang dinganggarkan khusus untuk pembiayaan pendidikan desa, mulai dari pemberian bantuan alat pendidikan, hadiahdan penghargaan kepada siswa/i berprestasi, dan insentif dana untuk guru tidak tetap” (Hasil wawancara tanggal 28 september 2015 pukul 14.30)

Adapun hasil dokumentasi terkait dengan  responsiveness desa Timbul Harjo adalah sebagaimana table berikut :

4.         ASSURANCE
Desa Timbul Harjo senantiasa memberikan jaminan kepuasan pelayanan pendidikan kepada masyarakat seperti yang dikatakan bapak Drs. Kandar selaku kepala desa seperti berikut:

“Desa Timbul Harjo selalu berupaya memotivasi siswa/i di desa untuk menjadi pelajar berprestasi, dengan pemberian bantuan alat peraga PAUD dan alat tulis menulis sekolah untuk siswa yang dianggap pantas mendapatkan hadiah karena prestasinya di sekolah, juga pemberian intensif (dana) kepada guru tidak tetap. Kami juga selalu berupaya melakukan inovasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di desa dengan terus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap pelayanan pendidikan kepada masyarakat” (Hasil wawancara tanggal 28 september 2015 pukul 14.20)

5.         EMPATHY
Rasa empati para perangkat desa Timbul Harjo dalam memberikan pelayanan pendidikan sangat baik, ini yang dikatakan oleh bapak Drs. Kandar selaku kepala desa dalam wawancara yang kami lakukan seperti berikut:

“Saya mempunyai komitmen dalam memajukan dunia pendidikan di desa Timbul Harjo, karena latar belakang saya sendiri adalah seorang guru dan hobi berorganisasi sejak masih sekolah dan kuliah. Saya aktif mendatangi langsung acara dan kegiatan pendidikan di desa, itu cara saya mensosialisasikan upaya memajukan pendidikan di desa. Forum resmi yang desa lakukan sebagai langkah sosialisasi dunia pendidikan belum ada namun akan segera dilakukan mengingat pentingnya tuntutan pendidikan di zaman modern ini” (Hasil wawancara tanggal 28 September 2015 pukul 14.10)

4.1.2        Pemerintah Desa Kolor Kabupaten Sumenep
Praktek Kerja Lapangan (PKL) kelompok kami dilakukan pada Pemerintah Desa (PEMDES) Kolor Kabupaten Sumenep. PEMDES Kolor Sumenep merupakan SKPD yang bergerak dibidang penyedia layanan masyarakat desa kolor kabupaten Sumenep. Kabupaten Sumenep yang memiliki luas wilayah 2.000 kilometer persegi yang terbagi dua bagian, daratan seluas 1.147 kilometer persegi (27 kecamatan) dan kepulauan seluas 853 kilometer persegi. Jumlah pulau yang dimiliki sebanyak 76 nama dan luas perairan sekitar 50.000 kilometer persegi.
Pemdes Kolor Kabupaten Sumenep terletak di Desa Kolor, kecamatan Kota, kabupaten Sumenep. Desa Kolor memiliki letak geografis sebagai berikut:
1.        Batas Wilayah ;
a.       Sebelah Utara Desa          : Kelurahan Bangselok
b.      Sebelah Selatan Desa       : Desa Gunggung/ Babbalan
c.       Sebelah Barat Desa          : Desa Pandian
d.      Sebelah Timur Desa          : Desa Pabian
2.      Luas Wilayah ;
a.   Sawah                               : 140,00 Ha
b.   Tanah Kering                    : 184,52 Ha
c.   Tanah Pekarangan             :   59,00 Ha
3.      Letak Wilayah ;
Desa Kolor terletak di bagian selatan dari kota Sumenep/  wilayah kecamatan kota dalam jarak 3,5 km.
4.      Pemerintah Desa dibagi menjadi 5 Dusun ;
a.   Dusun Labang Seng terdiri dari 6 RT dengan jumlah penduduk 1.443 jiwa.
b.   Dusun Gudang terdiri dari 7 RT dengan junlah penduduk 1.364 jiwa.
c.   Dusun Kebhun terdiri dari 11 RT dengan jumlah penduduk 2.671 jiwa
d.  Dusun Kotthe terdiri dari 11 RT dengan jumlah penduduk 2.575 jiwa.
e.        Dusun Manggaling terdiri dari 6 RT dengan jumlah penduduk 2.680 jiwa.
5.      Iklim ;
a.   Musim Hujan antara bulan November s/d bulan April.
b.   Musim Kemarau antara bulan Mei s/d bulan Oktober
6.      Keadaan Jalan ;
a.       Jalan Negara                     : Kondisi Baik
b.      Jalan Povinsi                     : Kondisi Baik
c.       Jalan Kabupaten               : Kondisi Baik
d.      Jalan Desa                         : Kondisi Baik
Desa kolor memiliki berbagai Sumber Daya Alam (SDA), yakni di bidang industri ada industri kejingan/ bangunan dengan presentase 10%, di bidang pertanian ada Padi dengan presentase 35%, Jagung dengan presentase 10% dan Tembakau dengan presentase 5%. Desa Kolor juga memiliki data demografi sebagai berikut 

 Pada Tahun 2014 Pemdes Kolor memiliki sebanyak 13 perangkat desa. Pemerintah Desa Kolor Kabupaten Sumenep dipimpin oleh seorang Kepala Desa, dan dibantu oleh beberapa pejabat struktural/ fungsional serta staf.
Pemerintah Desa Kolor merupakan salah satu institusi pemerintah desa yang ada di kabupaten Sumenep. Pemdes Kolor Kabupaten Sumenep terletak di sebelah barat Studio Madura Channel Sumenep. Pada Tahun 2015 Pemdes Kolor memiliki sebanyak 13 Perangkat desa. Pemerintah Desa Kolor Kabupaten Sumenep dipimpin oleh seorang Kepala Desa, dan dibantu oleh beberapa pejabat struktural/ fungsional serta staf dengan rincian sebagai berikut:
  
2.         REABILITY
Kemampuan pelayanan pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Kolor sebagaimana yang kami lakukan wawancara dengan bapak Ghafur Imama selaku sekertaris desa adalah sebagai berikut :
“Kualitas dan kuantitas tenaga pengajar di desa saya sangat baik, karena sesuai dengan tingkat pendidikannya dan kebutuhan dari masing-masing sekolah Secara langsung perhatian terhadap lembaga pendidikan informal dan nonformal belum ada, dan untuk sekolah yang dikelola langsung oleh desa juga belum ada, tapi akan masuk RPJMDes Kolor”  (Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul 12.30 WIB)

3.         RESPONSIVENESS
Ketanggapan Desa Kolor dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat seperti yang dikatakan bapak Novandri Prasetiawan A.Md selaku kepala desa adalah seperti berikut :
“Gairah masyarakat di desa Kolor dalam mengenyam pendidikan cukup tinggi, ini ditunjukkan dengan minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya sangat tinggi minimal ke tingkat SMA dan bahkan ke tingkat Pendidikan Tinggi. Untuk masyarakat yang tergolong buta aksara (ca-lis-tung) di desa kami ada kurang lebih 10%, biasanya dari orang tua yang berusia lanjut yang dulunya tidak mengenyam pendidikan di masa muda. Kami juga mempunyai program khusus dalam pelayanan pendidikan desa, yakni dengan percepatan dan perampingan administrasi pengurusan beasiswa bagi pelajar/mahasiswa terhadap sekolah atau lembaga penyalur beasiswa” (Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul 11.20)

Adapun hasil dokumentasi terkait dengan  responsiveness desa Timbul Harjo adalah sebagaimana table berikut :


Tabel 4.13
Data Demografi Desa Kolor Berdasarkan Pendidikan
NO
PENDIDIKAN
JUMLAH
1
STRATA III
3
2
STRATA II
191
3
DIPLOMA IV/ STRATA I
1.570
4
AKADEMI/ DIPLOMA III/ S. MUDA
402
5
DIPLOMA I/ II
149
6
SMA/ SEDERAJAT
3.567
7
SMP/ SEDERAJAT
1.574
8
TAMAT SD/ SEDERAJAT
2.383
9
TIDAK TAMAT SD/ SEDERAJAT
2.271
10
TIDAK/ BELUM SEKOLAH
3.651

TOTAL
15.761

4.         ASSURANCE
Desa Kolor senantiasa berupaya memberikan jaminan kepuasan pelayanan pendidikan kepada masyarakat seperti yang dikatakan bapak Novandri Prasetiawan A.Md selaku kepala desa seperti berikut:
“Desa Kolor selalu berupaya memotivasi siswa/i di desa untuk menjadi pelajar berprestasi, meskipun tidak ada sentuhan langsung yang kami berikan untuk siswa, namun kami selalu mempermudah akses pelajar/mahasiswa dalam melakukan pelayanan pendidikan. Kami juga selalu berupaya melakukan inovasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di desa dengan terus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap pelayanan pendidikan kepada masyarakat” (Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul 11.30)

5.         EMPATHY
Rasa empati para perangkat desa Kolor dalam memberikan pelayanan pendidikan sangat baik, ini yang dikatakan oleh bapak Novandri Prasetiawan A.Md selaku kepala desa dalam wawancara yang kami lakukan seperti berikut:
“saya mempunyai komitmen dalam mengembangkan dunia pendidikan di desa Kolor.  Kami biasanya mensosialisasikan pentingnya pendidikan kepada para orang tua untuk mengawasi anaknya belajar. Forum resmi tentang sosialisasi pendidikan di desa Kolor pernah dilakukan tahun 2007 dan akan dilakukan lagi tahun mendatang yang akan mengundang masyarakat dari berbagai elemen mulai dari pelajar, mahasiswa, tukang becak, pegawai, petani, tokoh masyarakat dll” (Hasil wawancara tanggal 7 oktober 2015 pukul 11.40)


BAB V
PENUTUP


5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara terkait Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan desa yang dilakukan di Pemerintah Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul dengan Pemerintah Desa Kolor Kabupaten Sumenep, dengan indicator dan sub indicator yang telah dijadikan focus kajian kami, maka hasil yang diperoleh dilihat dari masing-masing indikator penentu kualitas layanan sesuai urutan tingkat kepentingan pengguna layanan dan layanan pendidikan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Wujud (Tangibles)
Desa Timbul Harjo di Kabupaten Bantul mempunyai dimensi tangibles yang baik, ini dibuktikan dengan tersedianya fasilitas yang diberikan oleh desa di bidang pendidikan berupa taman belajar yang memang disediakan untuk tempat belajar anak sekolah.
Sarana dan prasarana penunjang yang dibangun atas inisiatif perangkat desa juga bisa menjadi indicator bahwa desa Timbul Harjo mempunyai tangibles yang baik di bidang pendidikan.
Dari 16 dukuh yang ada di Desa Timbul Harjo, terdapat 17 Sekoah Taman Kanak-Kanak yang mana ini melebihi 100% jumlah sekolah per dukuh ini menunjukkan bahwa desa Timbul Harjo mempunyai fasilitas, sarana dan prasarana yang sangat baik dalam bidang pendidikan.
Sejalan dengan Desa Kolor di Kabupaten Sumenep, yang secara berkelanjutan akan terus melakukan inovasi-inovasi yang lebih baik dalam rangka memajukan tingkat pendidikan desa dalam jangka menengah.
Bapak Ghafur Imama, pelaksana tugas (Plt) sekertaris desa Kolor dalam wawancara dengan kelompok kami mengatakan bahwa fasilitas, sarana dan prasarana fisik di bidang pendidikan untuk saat ini memang belum disediakan oleh pihak desa karena rencana pembangunan desa Kolor focus pada pembangunan infrastrukutur seperti jalan raya, jalan protocol, paving dll.
Dari 5 dusun yang ada di Desa Kolor, terdapat 4 Sekoah Taman Kanak-Kanak, perbandingan jumlah ini kurang dari 100% jumlah sekolah per dusun ini menunjukkan bahwa desa Kolor hampir mempunyai fasilitas, sarana dan prasarana yang sangat baik dalam bidang pendidikan.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi tangibles Desa Timbul Harjo lebih baik daripada Desa Kolor, ini dilihat dari perbedaan fasilitas, sarana dan prasarana yang tersedia untuk masyarakat.

2.         Kehandalan (Reliability)
Pelayanan yang dilakukan oleh pihak Desa Timbul Harjo kepada masyarakat di bidang pendidikan sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan perhatian yang besar kepada siswa/i berprestasi, anak usia sekolah yang kurang mampu, dan pihak desa juga memenuhi kebutuhan siswa/i yang membutuhkan fasilitas pendidikan penunjang seperti taman belajar.
Ketepatan dan kecepatan pelayanan pendidikan di desa Timbul harjo juga menjadi perhatian utama pelayanan desa. Apa yang dibutuhkan masyarakat terutama usia sekolah senantiasa dipenuhi dengan pelayanan yang cepat. Hal ini dilakukan dalam rangka memajukan dunia pendidikan di desa Timbul Harjo.
Begitu juga dengan Desa Kolor, pelayanan yang dilakukan oleh pihak desa kepada masyarakat di bidang pendidikan sangat baik, salah satunya adalah pelayanan cepat yang dilakukan khusus untuk masyarakat yang ingin mengurus administrasi atau perijinan dalam hal pendidikan.
Kehandalan yang meliputi ketepatan dan kecepatan pelayanan pendidikan di desa Kolor juga menjadi fokus utama pelayanan desa. segala kebutuhan masyarakat terutama anak usia sekolah akan senantiasa dipenuhi dengan pelayanan yang cepat. Hal ini dilakukan untuk mempermudah akses masyarakat dalam dunia pendidikan di desa Kolor.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa kehandalan desa dalam pelayanan pendidikan sama baik, namun di Desa Timbul Harjo mempunyai program-program insentif lebih banyak dari desa Kolor.

3.             Ketanggapan (Responsiveness)
Ketanggapan para perangkat desa Timbul Harjo dalam memenuhi pelayanan pendidikan sangat tinggi, Desa Timbul Harjo bahkan mengelola sendiri salah satu lembaga pendidikan tingkat PAUD dan TK, ini dilakukan karena pihak desa mempunyai tujuan memajukan pendidikan di desa Timbul harjo dan akan terus peka dan tanggap terhadap kebutuhan pendidikan yang terus berkembang.
Sejalan dengan itu, ketanggapan para perangkat desa Kolor dalam memenuhi pelayanan pendidikan juga sangat tinggi, salah satu program andalan desa Kolor adalah pelayanan cepat kepada siswa/i, mahasiswa/i yang ingin mengurus beasiswa untuk pendidikannya. Ini sudah menjadi tradisi di desa Kolor bahwa apapun kebutuhan pendidikan peserta didik, harus cepat dilayani, tidak dipersulit dan dengan prosedur yang berbelit-belit.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa para perangkat di kedua desa mempunyai ketanggapan yang baik dengan gayanya masing-masing. Karena pada hakikatnya tujuan mereka sama, yaitu memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin kepada masyarakat terutama di bidang pendidikan.

4.             Jaminan (Assurance)
Desa Timbul Harjo senantiasa memberikan jaminan kepuasan pelayanan pendidikan kepada masyarakat terutama peserta didik yang ada di desa Timbul Harjo, salah satunya adalah pihak desa secara berkelanjutan memberikan bantuan alat tulis menulis dan alat peraga untuk PAUD untuk menunjang kebuutuhan pendidikan masyarakat desa khususnya anak usia sekolah.
Jumlah masyarakat sarjana yang tinggi dan masyarakat yang tidak mengeyam pendidikan rendah mengindikasikan bahwa desa Timbul Harjo memiliki tingkat kemajuan yang baik di bidang pendidikan. Sikap, perlakuan, kemampuan melayani dan gaya komunikasi perangkat desa terhadap masyarakat yang melakukan pelayanan juga terus dievaluasi, ini dilakukan untuk terus memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan di desa Timbul Harjo.
Sama halnya dengan Desa Kolor yang selalu memberikan jaminan kepuasan pelayanan pendidikan kepada masyarakat terutama peserta didik yang ada di desa Kolor, hal yang berbanding lurus dengan kondisi masyarakat yang mengenyam pendidikan lebih besar daripada masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua desa sama-sama memberikan jaminan kepuasan pelayanan kepada masyarakat terutama di bidang pendidikan, yang berbanding lurus dengan gairah masyarakat yang tinggi dalam mengenyam pendidikan


5.             Empati (Empathy)
Perhatian tulus yang diberikan oleh setiap perangkat desa Timbul Harjo kepada masyarakat dalam bidang pendidikan selalu dilakukan, salah satunya dengan program-program bantuan pendidikan kepada siswa/i berprestasi, ini dilakukan guna memberikan motivasi kepada para siswa/i di desa Timbul Harjo agar terus belajar dan berkembang.
Rasa empati dalam pelayanan pendidikan di desa Timbul harjo juga dilakukan dengan pemberian fasilitas taman belajar desa, dan juga inovasi-inovasi yang lain akan terus dilakukan demi kemajuan pendidikan masyarakat desa Timbul Harjo
Begitu juga dengan Desa Kolor, perhatian tulus setiap perangkat desa dalam pelayanan pendidikan akan terus dilakukan, walaupun sampai saat ini belum ada bukti nyata program-program yang ditujukan untuk dunia pendidikan desa, namun pihak desa sudah mempersiapkan anggaran khusus untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang pendidikan dalam Rancangan Pertanggung Jawaban Menengah Desa (RPJMDes) Desa Kolor.
Melihat dua perbandingan antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor di atas, dapat disimpulkan bahwa para perangkat desa khususnya di bidang pelayanan, mempunyai rasa empati yang tinggi terhadap masyarakat dalam melalukan pelayanan khususnya di bidang pendidikan. Inovasi-inovasi pelayanan akan terus dikembangkan guna meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di kedua desa tersebut.

5.2  Saran.
Desa Timbul Harjo Kabupaten Bantul dan Desa Kolor Kabupaten Sumenep adalah dua desa yang sama-sama terus berinovasi untuk mengembangkan desanya, salah satunya dalam bidang pendidikan. kelompok Praktek kerja Lapangan (PKL) kami mencoba memberikan beberapa saran, salah satunya adalah dengan mengkomparasikan hasil kegiatan PKL dan penelitian kami dari kedua desa tersebut.

1.      Wujud (Tangibles)
Melihat perbandingan dari dimensi Tangibles antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada desa kolor agar lebih meningkatkan perhatian di bidang pendidikan terutama dalam penyediaan lahan/ tanah untuk pengembangan dunia pendidikan, memberikan intensif lebih serius kepada aparatur pendidikan nonformal dan informal dalam rangka memajukan pendidikan nonformal dan informal di desa Kolor.

2.         Kehandalan (Reliability)
Melihat perbandingan dari dimensi Reability antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada kedua desa tersebut terutama desa Kolor agar lebih meningkatkan evaluasi kinerja aparatur desa dalam pelayanan pendidikan secara berkelanjutan agar tujuan memajukan pendidikan desa dapat tercapai dengan sempurna dari periode ke periode mengikuti kebutuhan modernisasi yang senantiasa membutuhkan perubahan.

3.             Ketanggapan (Responsiveness)
Melihat perbandingan dari dimensi Responsiveness antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada desa Kolor agar secara intensif membuat inovasi-inovasi baru yang berkualitas terkait pelayanan pendidikan masyarakat, salah satunya pelayanan terhadap siswa/i sekolah dan mahasiswa/i perguruan tinggi.

4.             Jaminan (Assurance)
Melihat perbandingan dari dimensi Assurance antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada kedua desa khususnya Desa Kolor agar senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan aparatur seperti : sikap dalam melayani, kesopanan dan kelembutan tutur kata, kepastian dan kecepatan proses pelayanan, meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab kinerja aparatur pelayanan, untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pelayanan pendidikan di desa Timbul Harjo dan Desa Kolor sangat baik.
5.             Empati (Empathy)
Melihat perbandingan dari dimensi Emphaty antara Desa Timbul Harjo dengan Desa Kolor, kelompok kami menyarankan kepada kedua desa khusunya Desa Kolor agar meningkatkan rasa ketulusan dan keikhlasan dalam melakukan pelayanan pendidikan yang ditanamkan kedalam diri masing-masing aparatur desa yang sudah sepantasnya memberikan pelayanan yang berkualitas tanpa memperhatikan factor adanya ikatan keluarga, teman dan kerabat, namun secara merata memberikan pelayanan yang sama baiknya kepada seluruh masyarakat sesuai standar yang sudah ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system