KARYA TULIS ILMIAH
PENGEMBANGAN WISATA KOTA TUA YANG
BERARSITEKTUR CIRI KHAS BELANDA (CAGAR BUDAYA) DI KALIANGET
Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam Rangka
Lomba Karya Tulis Ilmiah
OLEH:
1. YUNI NUR AINI
2. MIRI WARIS WATI FITRIANI
3. HELNA KRISTIYANI
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP
2015
KATA PENGANTAR
Marilah kita
panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengembangan Wisata Kota
Tua Yang Berarsitektur Ciri Khas Belanda (Cagar Budaya) Di Kaliangaet” dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Kami berharap karya tulis ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik dari pihak universitas, pemerintah
ataupun masyarakat.
Karya tulis ilmiah ini disusun berkat
dukungan dari semua pihak, oleh karena itu, kami menyampaikan terimakasih
kepada:
1) Ibu Dra. Irma Irawati selaku Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
2) BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
selaku penyelenggara Lomba Karya Tulis Ilmiah.
3) Teman-teman VI-C atas bantuan dan motivasinya.
Tidak ada
yang sempurna di dunia ini, termasuk karya tulis ilmiah yang kami susun. Saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami butuhkan untuk kesempurnaan penyusunan karya ilmiah ini.
Sumenep, 01 Juni 2015
Penulis
YUNI NUR AINI dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
adalah negara yang memiliki keindahan alam yang kaya akan keanekaragaman budaya dan kesenian
yang dapat memberikan peningkatan pada
pendapatan
negara. Hampir setiap daerah di Indonesia
memiliki keanekaragaman budaya, adat
istiadat, dan obyek
wisata yang dapat dibanggakan dan
diandalkan.
Obyek wisata yang dapat diandalkan setiap daerah itu juga beragam, ada obyek wisata dari alam, wisata buatan
maupun gabungan keduanya.
Tidak sedikit pula dari keragaman
wisata itu memberikan konstribusi
pendapatn
asli daerah (PAD). Sejalan
dengan perkembangan dunia pariwisata di Indonesia maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk
menampilkan hal-hal yang menarik sehingga
dapat
mendatangkan wisatawan.
Usaha-usaha yang dapat mendatangkan wisatawan antara lain: menjaga keaslian
bangunan yang direnovasi dan mempromosikan obyek wisata sebagai daya
tarik wisata. Selain itu pemerintah dapat memberikan dukungan terhadap usaha
untuk menarik wisatawan pada obyek wisata, dengan demikian pembangunan
pariwisata sebagai suatu industri menjadi sesuatu yang mudah untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, yaitu hanya dengan memanfaatkan keindahan alam, seni
budaya dan keramahtamahan.
Pariwisata
merupakan suatu industri yang diharapkan
dapat memacu pertumbuhan ekonomi di DTW (Daerah Tujuan Wisata) atau negara yang
dikunjungi wisatawan, oleh karena itu diperlukan adanya perencanaan yang matang
dalam pengembangan pariwisata. Sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terus
perkembang pula.
Pada
hakekatnya berwisata adalah suatu proses kepergian sementara seseorang atau sekelompok orang menuju tempat lain di
luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergian adalah karena berbagai kepentingan,
baik karena kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, kesehatan
maupun kepentingan lainnya, seperti karena keingintahuan, menambah pengalaman
ataupun untuk dapat mendorong dan meningkatkan kegiatan pembangunan, membuka
lapangan usaha baru, membuka lapangan kerja dan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat serta pendapatan asli daerah apabila dikelola dan dikembangkan
secara maksimal.
Sektor pariwisata telah menjadi salah satu industri yang prospektif
dan mempunyai multiplier effect
bagi perkembangan wilayah. Sektor pariwisata merupakan alat
pengembangan potensi daerah
dan merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan kepuasan terhadap hal-hal yang bersifat batiniah. Dalam perkembangannya,
pariwisata melibatkan beberapa sektor pendukung di pemerintah maupun swasta
mulai dari biro perjalanan wisata, industri kerajinan/cendera mata, obyek dan
daya tarik wisata, hotel, restoran dan tak kalah pentingnya adalah sumberdaya
manusia.
Salah satu jenis wisata adalah wisata budaya,
yaitu suatu jenis wisata yang menggunakan sumberdaya budaya sebagai modal utama
dalam atraksi wisata. Wisata budaya merupakan salah satu jenis pariwisata yang
objek sajian wisatanya melingkupi budaya suatu komunitas (Hurrington dalam
Haryono, 2005). Wisata budaya ini berada pada suatu kawasan
yang lebih lanjut menjadi kawasan wisata budaya. Kawasan wisata budaya atau
kawasan sejarah dan budaya merupakan suatu kawasan di mana di dalamnya terdapat
bangunan bersejarah hasil kebudayaan masa lampau dan aktivitas khas masyarakat
lokal, sebagai potensi utama untuk mengembangkan suatu kawasan wisata budaya
(Yoeti, 1996). Tujuan dari adanya wisata budaya di suatu daerah adalah
untuk menarik wisatawan, dengan demikian maka segala aspek yang terkait dengan
kepariwisataan seperti promosi, atraksi, arsitektur, etika, pola manajemen,
perkembangan pariwisata yang pesat diharapkan dapat memberikan multiplier
effect terhadap kegiatan-kegiatan di sektor lainnya pada suatu kawasan
(Arison, 2006).
Sumenep merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mempunyai warisan
budaya yang masih
tetap ada hingga
sekarang. Sumenep merupakan salah satu kota tujuan wisata. Misalnya Masjid
Agung Sumenep, Asta Tinggi, Asta Yusuf, Museum Keraton Sumenep, Pantai Lombang,
Pantai Salopeng, Kota Tua Kalianget dan lain-lain.
Salah satu warisan budaya dan peninggalan sejarah yang dimiliki
kota sumenep adalah Kota Tua yang berlokasi di kecamatan Kalianget yang
merupakan milik PT Garam. Bangunan Kota Tua
ini merupakan bangunan Belanda berbentuk benteng
yang dulunya digunakan sebagai pusat perdagangan. Beberapa peninggalan
sejarah kolonial Belanda di kota tua
diantaranya
adalah gedung sentral (pembangkit listrik), cerobong asap, dan perumahan
bagi karyawan PT Garam dan peninggalan-peninggalan
lainnya.
Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa Kota Tua
di Kecamatan Kalianget merupakan warisan kebudayaan yang
mempunyai sejarah kolonialisme
di Sumenep
yang diupayakan pelestariannya
dan agar terjaga sampai pada
generasi penerus bangsa.
Berdasarkan
uraian tentang potensi Kota Tua
di Kecamatan Kalianget, maka dalam karya tulis ilmiah ini tertarik untuk mengambil
judul
“Pengembangan
Wisata Kota Tua
Yang
Berarsitektur Cirri Khas Belanda Di Kalianget”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas pokok permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)
Bagaimana pengembangan Kota Tua di Kecamatan Kalianget sebagai obyek wisata yang menarik?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian
ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai dari hasil penelitiannya. Serta untuk dapat
memberikan kegunaan, baik bagi peneliti
maupun
kepentingan ilmiah. Adapun
tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut:
1)
Mengetahui potensi yang dimiliki oleh Kota Tua Kalianget sebagai obyek wisata budaya dan sejarah.
2)
Mengetahui prospek pengembangan Kota Tua Kalianget sebagai obyek yang menarik di Sumenep.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian
yang dilakukan ini diharapkan memberikan hasil yang mencakup manfaat praktis, teoritis dan
akademis sebagai berikut:
1) Manfaat
Praktis:
a)
Memberikan gambaran pada penulis dan
pembaca mengenai sejarah Kota
Tua
Kalianget
b)
Memperkenalkan kebudayaan Kolonialisme
kepada generasi penerus bangsa.
2) Manfaat
Teoritis yaitu mengembangkan dan melestarikan budaya tradisional yakni Kota Tua Kalianget.
3) Manfaat
Akademis yaitu menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan dunia
pariwisata.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Wisata/Pariwisata
2.2 Pengertian Kebudayaan dan Wisata Budaya
2.3 Obyek dan Daya Tarik
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam menyusun laporan
Tugas Akhir ini digunakan metode penelitian
meliputi
lokasi, obyek yang diteliti dan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a)
Lokasi
Lokasi
dalam penelitian ini dilakukan pada Kota Tua Kalianget. Kawasan Kota Tua
merupakan kawasan yang jalannya jalan gang atau lorong yang banyak ditumbuhi
rerumputan menuju pintu gerbang benteng tersebut. Lokasi Benteng peninggalan Belanda ini
tidak berada di pinggir jalan, sehingga tidak mudah untuk ditemukan bila baru
pertama kali mengunjunginya.
b)
Obyek yang Diteliti
Sektor
pariwisata adalah satu sektor yang dianggap paling potensial, untuk itu harus ada penanganan yang
serius bagi pengelolaan di sektor ini. Kebudayaan juga
mendukung kegiatan kepariwisataan. Atas pemikiran tersebut maka penulis mencoba menuliskan karya tulis ilmiah ini dengan mengupas
tentang pentingnya pengembangan
serta pelestarian obyek wisata Kota Tua Kalianget yang
berpotensi
dan memiliki daya tarik wisata di Sumenep.
c)
Teknik Pengumpulan Data
Dalam
penyusunan karya tulis
ilmiah ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data yang meliputi
observasi, dokumentasi dan sumber
tertulis
sebagai berikut :
a)
Observasi
Dalam
melakukan penelitian ini, penulis mengadakan observasi secara langsung, yaitu melakukan
pengamatan secara langsung terhadap unit
observasi
yang diteliti di obyek wisata. Observasi sangat membantu dalam pengumpulan data karena pengumpulan
data dilakukan langsung mengamati
tentang
kondisi obyek wisata. Observasi ini dilakukan pada tanggal 30 Mei 2015.
b)
Dokumentasi
Tehnik
ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan catatan yang terdapat
di lokasi penelitian sesuai dengan yang
diperlukan
dan mempunyai hubungan dengan topik penulisan. Pengambilan gambar yang dilakukan oleh penulis
yaitu mengambil foto/gambar gedung sentral
(pembangkit listrik), cerobong asap, dan perumahan bagi karyawan PT Garam dan
peninggalan-peninggalan lainnya.
c) Sumber
tertulis
d) Sumber
tertulis dapat diperoleh dalam mencari sumber data dari dokumen yang ada di
Kota Tua Kalianget serta pengambilan gambar meliputi pengembangan kawasan Kota Tua
Kalianget melalui pendekatan manajemen pariwisata dan Brosur peta wisata Sumenep yang dianggap perlu
dan mempunyai hubungan dengan obyek topik penulisan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengembangan Wisata Kota Tua Yang Berarsitektur
Ciri Khas Belanda (Cagar Budaya) Di Kalianget
Pariwisata
merupakan salah satu potensi unggulan di Kabupaten Sumenep. Ada beberapa jenis
potensi wisata, yang dapat dikelompokkan menjadi: Wisata Sejarah, Budaya dan
Arsitektur
Museum
Keraton Sumenep merupakan museum yang dikelola oleh pemerintah daerah Sumenep
yang didalamnya menyimpan berbagai koleksi benda-benda cagar budaya peninggalan
keluarga Karaton Sumenep dan beberapa peninggalan masa kerajaan hindu budha
seperti arca Wisnu dan Lingga yang ditemukan di Kecamatan Dungkek. Didalam
museum terdapat juga beberapa koleksi pusaka peninggalan Bangsawan Sumenep
seperti guci keramik dari Cina dan Kareta My Lord pemberian Kerajaan Inggris
kepada Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I atas jasanya yang telah banyak
membantu Thomas Stamford Raffles salah seorang Gubenur Inggris dalam penelitian
yang dilakukannya di Indonesia.
Sumenep
merupakan kabupaten atau kota yang memiliki banyak sekali cagar budaya seperti
peninggalan zaman penjajahan belanda yang masih terpelihara sampai saat ini,
salah astuya yang terdapat di daerah kecamatan kalianget, Benteng VOC Kalimo’ok
merupakan salah satu benteng yang berada di Pulau Madura. Benteng peninggalan
Belanda ini terletak di Jalan By Pass, Dusun Bara’ Lorong, Desa Kalimo’ok,
Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, atau tepatnya
berada di belakang SDN Kalimo’ok I No. 17.
Benteng
peninggalan Belanda ini tidak berada di pinggir jalan, sehingga tidak mudah
untuk ditemukan bila baru pertama kali mengunjunginya. Harus tidak malu untuk
bertanya berkali-kali bila ingin mengetahui keberadaan benteng tersebut.
Sebagai patokannya adalah lokasi SDN Kalimo’ok I, karena untuk menuju ke
benteng tersebut, di sebelah selatan sekolahan tersebut terdapat gang atau
lorong yang banyak ditumbuhi rerumputan menuju pintu gerbang benteng tersebut.
Berdasarkan
catatan sejarah yang ada, benteng VOC ini dibangun pada tahun 1785. Pembangunan
benteng ini sebenarnya merupakan pembangunan benteng yang kedua kalinya yang
dilakukan oleh Belanda di daerah Sumenep. Yang pertama, dibangun di Desa
Kalianget Barat di kecamatan yang sama, akan tetapi tidak dilanjutkan karena
lokasinya dirasa kurang strategis untuk pertahanan VOC. Akhirnya, benteng
tersebut dijadikan sebagai gudang bagi kebutuhan perdagangan kala itu. Bekas benteng tersebut, oleh
masyarakat setempat disebut dengan Loji Kanthang atau Jikanthang.
Mengingat
Kalianget dipandang oleh VOC memiliki nilai komoditas garam yang bagus dan
banyak Negara yang membutuhkan, maka VOC akhirnya membangun lagi sebuah benteng
di lokasi yang sekarang ini. Benteng ini berdiri di atas lahan seluas 12.765 m²
dengan luas bangunan sekitar 1.500 m². Dari fisik bangunan benteng yang ada,
diperkirakan bahwa tinggi tembok yang mengelilingi benteng sekitar 3 meter
dalam kondisi tidak terawat, ditumbuhi oleh lumut dan semak belukar. Di setiap
sudut bangunan benteng yang berbentuk area persegi panjang, dulunya membentuk
empat bastion dengan lebar sekitar 5 meter.
Benteng
yang berjarak 4 kilometer dari Pelabuhan Kalianget, dan 7 kilometer dari
KratonSumenep atau 1 kilometer dari Bandar Udara Trunojoyo ini, semenjak 2003
menjadi salah satu cagar budaya di bawah pengawasan Badan Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto. Namun entah mengapa, benteng
ini di dalamnya sekarang masih dimanfaatkan Dinas Peternakan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur sebagai karantina hewan dan sapi perah kendati hal itu
sudah berlangsung sejak belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Seandainya
bangunan benteng ini dilihat dengan kecermatan dan ketelitian sejarah oleh
pemangku pemerintahan daerah, sesungguhnya kawasan benteng ini bisa dijadikan
kawasan wisata sejarah. Lebih-lebih, sekitar 300 meter arah benteng tersebut
juga terdapat kherkof (kuburan Belanda) yang dibangun pada tahun 1933.
Sudah
sepantasnyalah, para pemangku pemerintahan di Sumenep saat ini merenungi apa
yang pernah diucapkan oleh William Morris, seorang penyair berkebangsaan
Inggris (1834-1896): “Bangunan-bangunan tua ini bukan hanya milik kita; mereka
milik para leluhur kita dan akan diwariskan pada anak cucu kita, kecuali hak
itu kita rampas dari mereka. Tak sepatunya kita berbuat sesuka hati atas
bangunan-bangunan ini. Kita sekadar pemegang amanat bagi generasi yang akan
datang.”
Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Dibudparpora) Kabupaten Sumenep
terus memiliki keinginan untuk terus mengembangkan wisata di Sumenep. Disamping
melestarikan sejumlah tempat wisata di Sumenep, seperti Wisata Lombang dan
Slopeng dengan panorama alamnya, kali ini Disbudparpora mulai melirik potensi
wisata yang ada di Desa Kalianget Timur.
Kepala
Disbudparpora Kabupaten Sumenep, Drs. Ec. H. Moh. Nasir, MM kepada sejumlah
wartwan mengungkapkan, pihaknya mencoba untuk mengembangkan wisata yang ada di
Desa Kalianget Timur, Kecamatan Kalianget, yang sejak dulu merupakan tempat
bersejarah dengan banyaknya gedung tua peninggalan Belanda.
“Kami
lihat disana banyak bangunan yang dulunya berfungsi, dan saat ini hanya menjadi
gedung tua. Dan untuk rencana ini, kami juga sudah melakukan negoisasi dengan
pihak PT. Garam sebagai pemilik lokasi, ujar H. Moh. Nasir.
Dijelaskan,
sebenarnya disana sudah ada kolam renang yang juga sudah lama tidak
difungsikan, juga beberapa gedung tua yang didalamnya masih layak untuk dibangun
berbagai fasilitas olahraga dan sebagainya. Padahal, diakui H. Moh. Nasir,
dulunya disana terdapat berbagai fasilitas hiburan, ketika Pelabuhan Kalianget
ramai dikunjungi kapal-kapal pelayaran dari berbagai daerah.
Kemudian
disekitar lokasi yang dekat dengan pantai juga sangat menarik untuk dibangun
wisata bahari. Bahkan, untuk bentuk-betuk gedung tua yang perlu tetap
dilestarikan, pihaknya juga koordinasi dengan pihak instansi terkait.
Seperti
halnya bangunan benteng di Desa Kalimoâۉ„¢ok, yang selama ini terbengkalai.
Sebab, ketika ditelusuri tempat tersebut sudah dimiliki Dinas Peternakan Jatim,
dan beberapa tahun sudah ditempati kandang sapi, namun dalam beberapa tahun,
sepertinya terbengkalai kembali.
Sementara
itu, salah seorang warga Desa Kalianget Timur, Sunawi mengaku sangat merespon
keinginan Dibudparpora Kabupaten Sumenep untuk mengembangkan daerahnya sebagai
lokasi wisata. Sebab, selama ini Desa Kalianget Timur bisa dikatakan hampir
mati suri setelah beberapa bangunan bersejarah disana tidak berfungsi lagi.
Namun,
Sunawi berharap, kemajuan wisata dan hiburan yang ada tetap difilter untuk
tidak melegalkan berbagai sarana hiburan yang mengandung nilai maksiat, yang
akan berdampak pada melosotnya akhlak generasi muda.
Dalam
pemanfaatan potensi budaya untuk kegiatan pariwisata, parapengembang perlu
memiliki wawasan tentang kepariwisataan. Oleh karena ituperlu dibahas tentang
filosofi dan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkandalam pengembangan suatu
objek wisata. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi
sasaran wisata (BAPPENAS) Objek Daya Tarik Wisata dibagi menjadi beberapa
kelompok;
a) Obyek
dan Daya Tarik Wisata Minat Khusus
b) Obyek
dan Daya Tarik Wisata Alam
c) Obyek
dan Daya Tarik Wisata Budaya
Objek wisata atau dengan
istilah "tourist attraction” yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang
untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Hal-hal yang dapat menarik orang untuk
berkunjung ke suatu tempat daerah tujuanwisata, diantaranya ialah:
1) Benda-benda
yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang dalamistilah Natural
Amenities. Yang termasuk dalam kelompok ini iklim, floradan fauna, bentukan
lahan yang unik.
2) Hasil
ciptaan manusia (man-made) yaitu benda-benda yang bersejarah,kebudayaan dan
keagamaan, misalnya museum, art gallery, perpustakaan,kesenian rakyat, handi
craft, rumah-rumah beribadah, seperti mesjid,7gereja, kuil atau candi maupun
pura, acara tradisional, pameran, festival,upacara perkawinan, monumen
bersejarah, dan sisa peradaban masalampau.
Kota (City) secara
geografis sering dibedakan dengan istilah perkotaan(urban) demikian pula urban
tourism dengan city tour. Kota lebih mengacu kepada yuridis formal dengan batas
administratif dan kekuasaan yang jelas,misalnya kota Bandung, kota Yogyakarta, dan
seterusnya. Sedangkan perkotaan lebih menekankan gaya hidup masyarakatnya, yang
diidentifikasi oleh kondisisosial, ekonomi, dan budaya.
Menurut Mappi, A.
(2001) Suatu kota bila dilihat dari kacamata pariwisata dapat berfungsi sebagai
1) Pusat
atraksi wisata
2) Sumber
wisatawan
3) Pintu
gerbang daerah wisata
4) Daerah
transit/sirkuit/basecamp pariwisata
5) Pusat
pelayanan pariwisata Kota terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Banyak
bangunan-bangunan baru bermunculan untuk menunjang kegiatan di dalam
perkotaan.Namun, perkembangan kota yang terlalu pesat menyebabkan tidak
terkontrolnyapertumbuhan bangunan – bangunan baru. Berbagai gaya arsitektural
munculdalam kota sebagai bentuk nyata perkembangan kota yang tidak mau kalah 8
dengan kota-kota lain disekitarnya dan sebagai bentuk modernisasi kota
itu.Perkembangan kota yang seperti itu menyebabkan kecemasan karena
bangunan-bangunan lama yang memiliki nilai sejarah atau yang menjadi ciri khas
suatu kotabisa hilang karena adanya bangunan baru dengan keseragaman dan
globalisasidalam desain yang pada akhirnya merusak karakter lingkungan kota
itu.
Untuk mencegah
hilangnya bangunan-bangunan dengan nilai sejarah tinggipada sebuah kota, para
perancang kota mulai bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk mempertahankan
dan melestarikan “kota lama” yang dimiliki padakota tersebut. Dengan bantuan
Pemerintah Daerah maka “kota lama” itu dijadikan“heritage area”, yang
diharapkan dapat diperhatikan dengan lebih sehingga padaakhirnya memiliki nilai
lebih pula. Dengan adanya “heritage area” ini makakarakter kota tidak akan
pudar walaupun perkembangan kota “keluar” darikonteks karakter kota yang
sesungguhnya. Kawasan kota lama akan tetap hidupdan memiliki nilai historis
tersendiri bahkan mampu dijadikan sebagai “pribadisesungguhnya” dari sebuah
kota.
Bangunan-bangunan yang
termasuk dalam heritage kadang kalamengalami kerusakan akibat termakan usia
atau kurangnya perawatan yang dilakukan. Kerusakan sedikit saja pada bangunan
tentu mengurangi nilai historis pada bangunan itu. Karena itu perlu adanya perbaikan
pada bagian – bagian yangrusak sehingga kesan historis bangunan dapat utuh
kembali
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kota Tua Kalianget sebagai obyek wisata
budaya dan sejarah memiliki beberapa
keunikan dan keindahan. Diantaranya bangunan yang ada di Kota Tua masih asli meskipun
perlu ada perbaikan/renovasi.
Hal ini merupakan nilai tinggi sebagai obyek wisata sejarah.
Kota Tua ini dapat menjadi ciri kabupaten Sumenep. Prospek yang dimiliki
cukup baik namun dalam pengembangannya,
pemerintah Kabupaten
Sumenep
memiliki beberapa kendala. Diantaranya adalah tidak terpeliharanya bangunan-bangunan kuno yang
ada, kepemilikan lahan, dan tidak adanya Tim Cagar Budaya di Sumenep.
Oleh karena itu,
pemerintah Kabupaten
Sumenep
memerlukan usaha yang cukup keras untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian dan observasi
langsung yang telah dilakukan, maka
penulisan
memberikan beberapa saran yang dapat menunjang kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
1) Membangkitkan
semangat masyarakat untuk melestarikan Kota Tua sebagai aset budaya yang memiliki nilai seni
yang tinggi.
2) Walaupun
dana pembangunan dan kegiatan pelestarian dari pemerintah dan pihak lain namun dana itu dapat
tersalurkan dengan baik.
3) Fasilitas
yang ada di Kota Tua
dapat dimanfaatkan dengan baik.
4) Mengadakan
promosi dan reklame agar Kota Tua
tidak menjadi pemukiman yang
mati, sehingga suasananya akan hidup lagi.
5) Membenahi
bangunan yang roboh
tanpa merusak arsitektur bangunan karena
bangunan
Kota Tua
merupakan seni arsitektur yang memberikan ciri khas bangunan pada masa kolonial
Belanda.
6) Menjaga
kebersihan Kota Lama karena kawasan ini pada saat hujan sehingga kebersihan
harus dijaga, sehingga akan tampak bersih dan terjaga.
7) Pengawasan
terhadap pengelolaan Kota Tua
perlu diperketat untuk menunjang
pengembangan Kota Tua
dari segi fisik.
8) Memberikan
pengarahan pada penghuni bangunan dan masyarakat setempat untuk membantu
menjaga dan ikut memelihara bangunan kuno yang memiliki nilai tinggi sebagaimana
bahwa Kota Tua merupakan pusat perekomonian negara yang merupakan aset negara
dan pemerintah pun ikut serta dalam melestarikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Happy, Marpuang.
2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta.
H. Khodyat dan
Ramaini, 1991. Kamus Pariwisata dan Perhotelan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Nyoman S.
Pendhit. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Oka A. Yoeti,
2003. Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung : Angkasa.
R. S.
Darmadjati. 1995. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta : PT. Pradnya Pariwisata.
Soekadijo. 2000.
Anatomi Pariwisata. Jakarta : Gramedia Pustaka umum. W. J. S. Poerwadarminto, 1995. Laporan
Akhir RTBL Semarang Kawasan Gedongan.
Semarang : PT. Wisma Krarman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar